Wednesday, 6 September 2017

Empat Sebutan Jahiliyyah Dalam Al Quran

Setiap kita membaca sejarah Rasulullah shallallahu ’alaihi wassallam di dalam buku-buku sejarah, maka akan selalu dimulai dengan pembahasan mengenai keadaan saat Nabi shallallahu ’alaihi wasallam lahir. Keadaan ini kemudian dikenal dengan sebutan jahiliyah. Kata jahiliyah bukanlah kata yang dibuat oleh sejarah, tetapi kata yang langsung dicantumkan di dalam kitab suci Al-Qur’an. Dan kita perlu membahas hal ini karena ada pelajaran mahal di baliknya.

Pelajaran pertama adalah agar kita tahu bahwa sejarah adalah sesuatu yang sunatullah-nya selalu berulang. Maka kemudian, di zaman mana pun yang kosong dari kenabian dan wahyu, zaman itu akan bergerak menuju lembah kejahiliyahan. Seperti di zaman itu, ketika Rasul shallallahu ’alaihi wasallam belum lahir, zaman itu disebut sebagai zaman fatrah minarusul (zaman kekosongan kerasulan). Di zaman itu orang lupa, bahkan tidak tahu lagi ke mana arah kehidupannya. Mereka melakukan apa saja yang mereka kira benar, padahal semakin hari semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka zaman itu adalah zaman yang jauh dari wahyu dan jauh dari Rasul sehingga kita sebut sebagai zaman jahiliyah.

Untuk itulah kita akan tahu bahwa setiap pribadi, keluarga, masyarakat, negara, hingga dunia ini, asal dia jauh dari panduan Al-Qur’an dan jauh dari petunjuk Rasul shallallahu ’alaihi wasallam, pasti akan menjadi masyarakat jahiliyah.

Kemudian pelajaran yang juga sangat penting dan bahkan lebih penting lagi adalah, setelah kita memandangnya sebagai cermin, maka kita akan belajar dan sekaligus menjawab pertanyaan kita. Bagaimana cara menerangi kembali zaman kita setelah kegelapan jahiliyah itu menyelimuti. Apa solusinya? Di sinilah nanti kita akan mendapatkan pelajaran dari sejarah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Bahwa inilah cara untuk menghilangkan kejahiliyahan itu. Untuk mengembalikan cahaya Islam di bumi ini.

Para ulama banyak yang telah menulis dalam satu buku tersendiri tentang pembahasan jahiliyah. Akan tetapi, saya ingin membahas dari apa yang telah disampaikan oleh Al-Qur’an, untuk memudahkan pembahasan kita. Al-Qur’an menyebut kata al-jahiliyah sebanyak empat kali. Dan ternyata, begitu kita baca keempat-empatnya, kita akan menjumpai bahwa empat hal ini mewakili empat segmen kehidupan jahiliyah.

Jahiliyah yang pertama ada di dalam surah Ali Imron ayat 154. Dalam ayat yang cukup panjang itu, Allah Subhanahu wa Ta’alamenyampaikan,

يَظُنُّونَ بِٱللَّهِ غَيۡرَ ٱلۡحَقِّ ظَنَّ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِۖ

“…mereka berprasangka kepada Allah dengan tidak benar seperti prasangka jahiliyah.”

Ini artinya, poin yang pertama adalah jahiliyah dari sisi keyakinan. Jahiliyah dari sisi akidah dan keimanan. Di masa dahulu banyak contohnya. Umpamanya dalam pembahasan kemusyrikan. Dan mari kita perhatikan, jahiliyahnya Arab zaman itu sama persis dengan jahiliyah Indonesia yang kita sebut hari ini sebagai kehidupan modern. Akan tetapi, asal jauh dari Allah dan Rasul-Nya, konsep jahiliyah pasti sama. Misalnya, Rasulullah Shalallahu ’alaihi wassallam pernah menyampaikan bahwa tidak ada keyakinan tentang sialnya bulan Safar. Ternyata sampai hari ini masih ada, dan tidak sedikit yang meyakini bahwa bulan Safar adalah bulan yang tidak baik. Akhirnya banyak yang tidak mengadakan acara-acara besar di bulan tersebut. Inilah keyakinan kemusyrikan jahiliyah yang telah dihapuskan oleh Islam, dari sekian banyak contoh yang lainnya. Begitu pula dengan perdukunan. Salah satu bukti masyarakat itu adalah masyarakat jahiliyah ialah saat perdukunan marak. Masyarakat menjadikan dukun sumber dari segala ilmu mereka dan tempat mereka bertanya dan berkonsultasi. Setiap ada masalah mereka datang ke dukun. Maka ini membuktikan bahwa mereka sedang berada dalam kejahiliyahan akidah.

Yang kedua, al-jahiliyah dalam Al-Qur’an terdapat di dalam surah Al-Maidah ayat 50. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.”

Jahiliyah yang kedua ini berarti tentang hukum. Hukum yang jahiliyah, peraturan, dan perundangan yang jahiliyah. Semakin jauh dari Allah dan Rasul-Nya. Mungkin kita menduga, kita sedang membuat hukum yang sangat bijak. Sebuah hukum yang terlihat begitu bagusnya. Tapi yakinlah, ketika jauh dari Allah dan Rasul-Nya, maka kita akan kecewa dengan dugaan kita. Karena ternyata itu adalah hukum jahiliyah. Di kalangan masyarakat Arab dahulu umpamanya, mereka memiliki aturan kabilah. Dan hukum-hukumnya mereka buat sendiri. Misalnya dalam hukum pernikahan. Aisyah radhiyallahu anhamenyampaikan bahwa dahulu orang-orang Arab mengenal beberapa jenis pernikahan, yang menurut mereka semuanya legal. Padahal menurut hukum syari’at Islam hari ini, yang legal cuma satu saja, yaitu proses pernikahan yang kita kenal hari ini. Sisanya adalah perzinahan. Dan ternyata, hukum jahiliyah hari ini yang terkait dengan pernikahan lebih buruk dari jahiliyah Arab saat itu. Di Arab saat itu tidak ada pernikahan sejenis. Hari ini, mereka sudah menuntut untuk disahkannya pernikahan sejenis. Bahkan di negara tertentu pernikahan sejenis sudah disahkan. Ini hukum jahiliyah yang sangat buruk.

Yang ketiga, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam surah Al-Ahzab ayat yang ke-33,

وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ ٱلۡأُولَىٰۖ

“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…”

Ayat ini berbicara tentang ummahatul mukminin, yaitu tentang istri-istri Nabi shallallahu ’alaihi wasallam.

Penampilan jahiliyah adalah bentuk jahiliyah yang ketiga. Ketika penampilan mendapatkan porsi yang khusus dalam Al-Qur’an, maka ini artinya kerusakan akibat yang ditimbulkannya sangat luar biasa. Penampilan jahiliyah inilah yang menyebabkan maraknya kemaksiatan. Bahkan hingga kemaksiatan zina. Maka dari itu ia mendapatkan sebuah perhatian. Dan dalam Islam, penampilan merupakan bukti iman seseorang. Sehingga di dalam Islam yang juga sangat diperbaiki adalah masalah penampilan seseorang. Bagaimana cara laki-laki berpenampilan dan bagaimana cara wanita berpenampilan.

Dan perhatikanlah hari ini! Semakin jauh dari Allah dan dari Rasul-Nya, semakin orang bertelanjang. Dan bahkan mereka minta untuk dilegalkan. Mereka menyebutnya ekspresi diri, ekspresi jiwa, atau mungkin ekspresi seni dalam bahasa mereka. Tapi yang jelas adalah penampilan jahiliyah.

Dan yang terakhir adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Fath ayat yang ke-26. Allah berfirman,

إِذۡ جَعَلَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فِي قُلُوبِهِمُ ٱلۡحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ

“Ketika Allah menjadikan orang-orang kafir di dalam hati mereka ada kesombongan jahiliyah.”

Di ayat ini ada kata hamiyah jahiliyah. Hamiyah adalah orang yang mempertahankan dirinya dengan kesombongan dan dengan fanatisme. Dengan fanatisme terhadap kelompoknya, sukunya, golongannya, negaranya, dan bukan syari’at Allah yang menjadi ukurannya. Di masyarakat Arab jahiliyah, mereka bisa menumpahkan darah hanya gara-gara kalah di dalam perlombaan berkuda. Ketika salah satu pihak yang kalah marah, dan diejek oleh yang menang dengan kalimat-kalimat syair. Kemudian ujungnya terjadi pertumpahan darah di antara mereka. Bukankah itu yang terjadi hari ini? Fanatisme pada kelompoknya, pada golongannya. Orang bisa menumpahkan darah dan nyawa bisa melayang hanya karena sebuah game. Atau yang lebih besar dari itu. Bagaimana seseorang tidak bisa menerima apa yang disampaikan oleh orang lain karena hatinya telah tertutup oleh fanatisme kelompoknya. Dan ini adalah hamiyatul jahiliyah, yaitu kesombongan fanatisme jahiliyah.

Inilah yang melatarbelakangi keadaan zaman saat itu. Maka zaman saat itu memerlukan kehadiran seorang Rasul yang memperbaiki keadaan mereka, menghapuskan kejahiliyahan, menghadirkan cahaya bagi mereka, dan menyelamatkan manusia untuk ditarik dari jurang kejahiliyahan. Untuk dihantarkan menuju puncak keemasan manusia dan kemuliaan mereka. Sepanjang jalan sejarah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, kita akan tahu bagaimana kejahiliyahan itu dihapuskan dari muka bumi ini.

No comments:

Post a Comment