Dalam kehidupan yang semakin modern dan berkembang ini, kita dihadapkan pada gejala fakta fatamorgana, dimana sesuatu yang baik dan benar dianggap asing dan dipandang miring. Maka kewajiban setiap muslim beristiqamah untuk menjaga amalan-amalan sunnah maupun wajib. Melaksanakan semua perintah Allah Swt dan Rasul-Nya serta menjauhi segala larangannya sejauh-jauhnya. Karena kita tahu bahwasannya maut menjemput bisa dimana saja dan kapan saja. Lantas apakah kita mau mati dengan su’ul khotimah? Sebagai seorang muslim pastilah husnul khotimah sebagai impian tertinggi pada kehidupan yang fana ini.
Istiqomah adalah upaya seseorang untuk menempuh ajaran agama islam yang benar dengan tidak berpaling ke kanan maupun ke kiri. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan kepada Allah lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya.
Ada beberapa kiat untuk senantiasa istiqomah dalam beribadah maupun muamalah.
Niat ikhlas beraktivitas sesuai ajaran Allah Swt dan Rasul-Nya
Ini sebagai upaya utama kita tatkala aktivitas di setiap masa. Sebagai tolok ukur pertama dalam beribadah dan bermuamalah. Sebagai dasar pijakan untuk melakukan amalan-amalan yang telah diajarkan. Dengan niat yang lurus nan tulus, di iringi ikhlas tanpa memelas sebagai seorang muslim ingin berjumpa pada yang Maha Pencipta dalam keadaan bahagia.
Memperbaiki niat kita supaya tidak terlewat karena godaan kanan kiri yang memikat. Satukan hati dan pikiran hanya pada-Nya kita berdzikir sehingga sifat-sifat tercela tak akan terpikir. Dengan niat yang baik dan benar akan diperoleh kebaikan dan balasan yang telah dijanjikan, hanya kepada Allah Swt, niat tulus kita haturkan untuk mendapatkan kenikmatan dalam segala kesibukan.
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (١١٢)
“Maka tetaplah engkau (Muhammad) di jalan yang benar, sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan“. (QS. Hud : 112)
Hendaknya seorang muslim membersihkan hatinya dari sifat ingin dipuji atau tujuan duniawi saat melakukan amalan-amalan ketaatan kepada-Nya. Dalam suatu hadist disebutkan :
“Sesungguhnya ada salah seorang di antara kalian yang ia beramal dengan amalan penduduk surga sampai-sampai jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal satu jengkal, akan tetapi taqdir telah mendahuluinya sehingga iapun beramal dengan amalan penduduk neraka, akhirnya iapun masuk ke dalam neraka.” (HR. Muslim no 4781)
Memperbanyak do’a kepada Allah Swt agar senantiasa diberikan keistiqamahan
Do’a adalah senjata setiap muslim yang paling mutakhir. Tanpa rasa lelah kita memohon kepada Allah Swt untuk senantiasa tetap pada jalur istiqamah yang murni, yang setiap amalan kita tidak ada yang terbuang sia-sia karena sikap riya’ sekecil biji sawi pun. Kita berdoa agar senantiasa dijauhkan dari hati berbisik kepada kejelekan dan kemungkaran. Oleh karena itu sepantasnya seorang muslim berdoa agar dikokohkan hati pada ketaqwaan dan keimanan. Do’a yang paling sering dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah :
Do’a agar kita tetap istiqomah dalam memegang teguh agama islam yang sesuai dengan syari’at yang benar.
يامقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.” [HR.Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat Shohih Sunan Tirmidzi III no.2792]
يا مقــلـب لقــلــوب ثبــت قــلبـــي عــلى طـا عــتـك
Artinya: “Wahai Dzat yg membolak-balikan hati teguhkanlah hatiku diatas ketaatan kepadamu” [HR. Muslim (no. 2654)]
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
Artinya: “Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu.” (HR. Muslim)
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 7)
Memantapkan keteguhan hati untuk berusaha mengingat-ingat kemuliaan orang yang beristiqomah.
Perjuangan dalam kebaikan dan ketaqwaan sangat besar, tentunya suatu pengorbanan akan disertai balasan yang menggiurkan, meskipun balasan tersebut jauh dari mata memandang, jauh dari pikiran yang menerawang, namun kita sebagai seorang muslim harus teguh pendirian, kuat dalam keimanan, hingga Allah Swt memberikan balasan yang mulia sebab keistiqomahan kita.
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (١٣) أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (١٤(
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istiqamah, tidak ada rasa khawatir pada mereka dan mereka tidak (pula) bersedih hati. Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al Ahqaf : 13-14)
Mendapatkan teman yang mengajak kebaikan
Kita bisa melihat sikap seseorang dari faktor siapa teman dia, jika seorang teman mengajak kebaikan, itu sebagai modal awal dan dasar kita untuk teguh dalam istiqomah, dia akan selalu mengingatkan dan mengorbankan waktu demi kebaikan dalam amalan-amalan, namun sebaliknya jika kita memilih teman yang mengajak kejelekan, niscaya kita akan dapatkan pada jalur kemungkaran sehingga kita mudak terperosok pada jurang kemaksiatan.
Sudah sering kita mendengar hadits yang masyhur dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang gambaran teman yang baik dan teman yang buruk, dimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpamakan teman yang baik sebagai penjual minyak wangi dan teman yang buruk sebagai tukang pandai besi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“ Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Tentang si penjual minyak wangi, kalau engkau tidak membeli minyak wanginya maka engkau akan medapatkan bau wanginya. Adapun tentang si tukang pandau besi, kalau engkau atau bajumu tidak terbakar maka engaku akan mendapatkan bau yang tidak enak.” (HR. Bukhori, no 1959).
Membaca siroh Nabawiyah menambah pengalaman dalam beristiqomah
Dunia fana penuh tokoh yang dijadikan idola, dalam realita seseorang akan mengikuti gaya dan model kepada yang ia idolakan. Sehingga kebanyakan orang membanggakan idola mereka meskipun itu bersifat tercela. Dan sifat mereka akan mempengaruhi setiap amalan-amalan yang mereka lakukan bahkan telah kerasukan virus artisme yang memandang hidup ini penuh kemewahan dan bersenang-senang.
Lantas, siapakah tauladan kita yang seharusnya patut dan pantas dicontoh oleh setiap muslim? Rasulullah SAW telah diutus oleh Allah Swt untuk menyempurnakan akhlaq, dari kejelekan menuju kebaikan, dari kemaksiatan beralih pada ketaqwaan, dari kemungkaran berubaha keistiqomahan.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzaab: 21)
Memperbanyak bacaan para sahabat yang sangat keras dalam memperjuangkan islam dapat menumbuhkan sikap optimis kita dalam beramal, mengobarkan sikap gigih kita dalam keistiqomahan dan memberikan makna kebahagiaan dalam kehidupan kita.
Dalam beramal tak hanya mengandalkan jiwa dan pikiran, lebih dari itu hati yang tulus menjadi pondasi setiap amalan menggapai keistiqomahan. Hingga suatu saat balasan dari kemuliaan kita dapatkan dari Allah Yang Maha Penyayang. Amin
No comments:
Post a Comment