Saturday 4 November 2017

Fakta Tentang Nabi Muhammad SAW

Betapa lengkapnya sosok putra Abdullah. Ia menjadi paripurna bukan semata karena ia seorang Nabi akhir zaman, namun juga karena ia begitu manusiawi, kadang seperti malaikat amalannya, namun kesehariannya tak jarang seperti kita juga.

Coba kita selami fakta-fakta soal Nabi Muhammad SAW, Nabi kita semua.

1. Nabi SAW tidak melepaskan tangannya saat berjabat sebelum mitranya melepaskan terlebih dahulu.

2. Nabi SAW tidak pernah mengulurkan kaki di hadapan sahabat-sahabatnya.

3. Nabi SAW menoleh dengan seluruh badannya, menunjuk dengan seluruh jarin

4. Nabi SAW kalau berbicara sesekali menggigit bibir tanda berpikir, menepuk telapak kiri dengan jari telunjuk.

5. Cetusan yang paling buruk dalam percakapan Nabi SAW; “Apa yang terjadi pada orang itu? Semoga dahinya berlumur lumpur.”

6. Harta Nabi SAW yang paling mewah adalah sepasang alas kaki berwarna kuning, hadiah dari Negus, penguasa Abissinia.

7. Nabi SAW tinggal di pondok kecil beratap jerami yang kamar-kamarnya dipisahkan oleh batang-batang pohon yang direkat dengan lumpur bercampur kapur.

8. Nabi SAW sendiri yang menyalakan api, mengepel lantai, memerah susu dan menjahit alas kakinya yang putus.

9. Santapan Nabi SAW yang paling mewah, meski jarang dinikmatinya, adalah madu, susu dan lengan kambing.

10. Nabi SAW gagah berani, namun memiliki senyum yang sangat memikat dan malu mempermalukan orang.

11. Nabi SAW menghimpun dalam dirinya 4 tipe manusia secara sempurna, pekerja, pemikir, pengabdi Allah dan seniman.

12. Nabi SAW selalu memilih yang termudah, selama halal, bila berhadapan dengan pilihan.

13. Senyumnya menyejukkan, dilukiskan sebagai butir salju di oase.

14. Beliau tidak pernah sakit gigi. Beliau bersiwak tak kurang 10 kali sehari.

15. Warna kulit beliau putih kemerah-merahan

Sumber : islampos.com

Baca Juga :
Peristiwa Penting Islam Di Bulan Muharram
10 Fakta Ilmiah Al Quran
Fakta Keajaiban Dalam Tubuh Manusia
Roma, Tunggulah Kaum Muslimin Menuju Kota Anda
Apakah Islam Disebarkan dengan Peperangan?

Tags :
Islam, Muslim, Muslimah, Nabi Muhammad SAW, Allah SWT, Rasullulah, Siwak, Nabi, Abdullah, Indonesia, Arab, Halal

40 Fakta Tentang Islam

1. Nama “Muhammad” adalah nama yang paling populer di seluruh dunia (walaupun salah mahomed..mohammed..dll) dan menempati urutan nomor dua di negara Inggris untuk nama bayi laki-laki ( urutan pertama ditempati oleh nama ‘Jack’ )

2. Albania merupakan negara satu-satunya di benua Eropa yang 90% penduduknya beragama Islam

3. Kata-kata berikut ini diserap dari bahasa Arab : Algebra, Zero, Cotton, Sofa, Rice, Candy, Safron, Balcony, bahkan ‘Alcohol’ juga berasal dari bahasa Arab, Al-Kuhl, yang mempunyai arti bubuk

4. Beberapa ayat di dalam Al-Qur’an menggambarkan pentingnya persamaan hak antara pria dan wanita ( secara perhitungan matematik ). Kata “Pria” dan “Wanita” di dalam Al-Qur’an sama-sama berjumlah 24

5. Tidak ada apa-apa di dalam Ka’bah

6. Islam merupakan agama yang pertumbuhannya paling cepat di dunia menurut banyak sumber, diperkirakan akan menjadi agama nomor 1 pada tahun 2030

7. Umat Hindu percaya bahwa di dalam Ka’Bah ada salah satu dari Tuhan mereka yang bernama ‘Shiva Lingam‘

8. Nabi Muhammad SAW melaksanakan ibadah haji hanya 2 kali dalam hidupnya

9. Jikalau sekarang Al-Qur’an dihancurkan, maka versi arab dari Al-Qur’an akan segera di-recover oleh jutaan muslim, yang disebut Huffaz yang telah menghafalkan kata-kata di dalam Al-Qur’an dari mulai awal sampai dengan akhir ayat.

10. Nama original dari kota suci Madinah adalah “Yasthrib"

11. pemeluk Islam bertambah 2,9% per tahun. Pertumbuhan ini lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah penduduk bumi sendiri yang hanya 2,3% per tahun.

12. Berdasarkan data dari Departmen Pertahanan Amerika Serikat. Dari 1,4 juta prajurit di militer Amerika, diperkirakan ada sekitar 3.700 yang beragama Islam ( Muslim ).

13. islam menyebar ke bumi nusantara ketika Nabi Muhammad masi hidup

14. Sebanyak 8 juta orang Muslim yang kini ada di AS dan 20.000 orang AS masuk Islam setiap tahun setelah peristiwa 9/11

15. Jasad Nabi Muhammad pernah ingin dicuri 2 kali, namun kedua2nya gagal dan salah satu yang mencuri dihilangkan oleh Allah dari bumi

16. Jasad Firaun (Ramses II) yang tenggelam di laut merah, Baru ditemukan

oleh arkeolog Giovanni Battista Belzoni tahun 1817. setelah 3000 tahun berada di bawah tanah dan pasir

17. Al Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang bisa dihafal jutaan manusia (Hafidz/penghafal Al Qur’an) sehingga keaslian/kesuciannya selalu terjaga.

18. Jika agama lain bisa punya lebih dari 4 versi kitab suci yang berbeda satu dengan lainnya, maka Al Qur’an hanya ada satu dan tak ada pertentangan di dalamnya:

19. Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi yang berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung ), radiasi tersebut menembus planet mars dan masih berlanjut. peneliti mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.

20. Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air.

21. Shalat yang pertama dilakukan oleh Rasulallah Saw menghadap Masjidil Haram adalah shalat Ashar bersama para sahabat, setelah sebelumnya berkiblat ke Masjidil Baitul Maqdis selama enam belas bulan.

22. IBRAHIM adalah "Bapak" dari tiga agama besar, yakni "Judaisme", "Nasrani", dan "Islam".

23. Malaikat tidak terhitung jumlahnya dan hanya Allah yang mengetahuinya.

24. Islam, berarti "submisi" atau "menyerah" kepada satu Tuhan, Allah. "Islam" juga berasal dari kata "salam", "perdamaian" dan yang kedua dalam arti "berserah diri". demikian, arti dari "Islam" adalah "kedamaian yang sempurna yang datang bila kita hidup berserah diri kepada Allah".

25. Rasulullah pernah membelah bulan menjadi 2 bagian, dengan hanya menunjuk bulan dengan jarinya. diabadikan Allah dalam al-Qur'an surah Al-Qamar ayat 1: "Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah."

26. sebelum Nabi Ibrahim menginjakkan kakinya ke tanah Makkah sudah ada bangunan Ka'bah yang telah dibangun oleh malaikat dan generasi

sebelum Nabi Ibrahim as. Hal itu dapat dipahami dari kata "Yarfa'u" meninggikan berarti meninggikan bangunan yang sudah ada.

27. Aliran sesat di Indonesia dalam rentangan waktu selama 6 tahun saja (2001 – 2006) telah mencapai angka 250 aliran.

28. Rasulullah menyebutkan ada 73 golongan dalam islam, dan hanya 1 yang akan masuk jannah yaitu "Al Jama’ah".

29. Nabi Muhammad tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis, namun ingatannya sangat kuat dan sangat cerdas.

30. kata2 terakhir Nabi Muhammad sebelum wafat adalah "Ummatii … ummatii … ummatii" yang mengungkapkan betapa besar cintanya kepada umatnya.

31. Selama 23 kali perang semasa Rasulullah memimpin, hanya sekali kekalahan yang di derita kaum muslimin, yakni, perang uhud

32. Musa A.S adalah nama yang paling sering disebut dalam Al-Qur'an, sedangkan maryam adalah satu2nya nama perempuan yang disebut dalam Al-Qur'an.

33. Al-Qur'an adalah buku terlaris di benua eropa.

34. Semua anak Nabi Muhammad, yakni, Al-Qasim,Abdullah dan Ibrahim, meninggal kurang lebih pada usia 2 tahun. Allah sengaja memanggil mereka lebih awal agar kaum muslimin tidak mengangkat mereka menjadi rasul yang baru.

35. Imam Ali bin Abi Thalib adalah satu-satunya orang yang pernah lahir di dalam Ka’bah.

36. Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam.

37. Al Khowarizmi (matematika), Jabir Ibn Hayyan (kimia), Ibnu Khaldun (sosiologi dan sejarah), Ibnu Sina (kedokteran), Ar Razi (kedokteran), Al Biruni (fisika), Ibnu Batutah (antropologi) adalah contoh dari ratusan cendikiawan muslim yang menjadi rujukan dalam ilmu pengetahuan modern.

38. Hijir Ismail ini dahulu merupakan tempat tinggal Nabi Ismail, disitulah Nabi Ismail tinggal semasa hidupnya dan kemudian menjadi kuburan beliau dan juga ibunya.

39. Maqom Ibrahim bukanlah kuburan Nabi Ibrahim sebagaimana dugaan atau pendapat sebagian orang. Maqom Ibrahim adalah batu pijakan pada saat Nabi Ibrahim membangun Ka'bah.

40. pasukan Salib datang ke Timur ketika Khalifah Bani Abbas berada dalam masa kemunduran. Tak diduga, banyak anggota pasukan Salib tertarik kepada Islam dan kemudian menggabungkan diri dengan pasukan Salib lainnya. Thomas Arnold, dalam Al Da'wah ila Al Islam, menyebutkan bahwa mereka masuk Islam setelah melihat kepahlawanan Salahuddin sebagai cerminan ajaran Islam.

Baca Juga :
Amalan Berbonus Rumah di Surga
Inilah Madu yang Allah Berikan Kepada Hamba di Akhir Hayatnya
5 Keutamaan Manisnya Ukhuwah Islamiyah
Rezeki Yang sering Kita Lupakan, Apa Saja?
Kisah Khulafaur Rasyidin

Tags :
Islam, Al Qur'an, Muslim, Muslimah, Nabi Muhammad, Allah SWT, Raullulah, Al Khowarizmi, Jabir Ibn Hayyan, Ibnu Khaldun, Ibnu Sina, Ar Razi, Al Biruni, Ibnu Batutah, Khalifah, Arab, Muhammad, Nabi Ibrahim

5 Perkara Yang Bisa Mendatangkan Hidayah

“Engkau mendambakan hidayah namun tidak menempuh jalannya. Sungguh kapal itu tidak mungkin berlayar di atas samudra yang kering.”

Banyak orang berharap mendapatkan hidayah agar dirinya bisa berbuat baik atau mematuhi perintah Allah SWT. Namun mereka lupa untuk berusaha mendapat hidayah tersebut. Banyak jalan dan cara untuk menjemput hidayah, dengan syarat kita tidak malas mencarinya. Berikut perkara yang bisa mendatangkan hidayah, seperti dikutip dari Forumsalafy.

1. Berpegang teguh kepada Agama Allah (Islam)

Allah SWT berfirman:

“Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS Ali Imran: 101).

Ibnu Katsir ra menjelaskan “Berpegang teguh kepada Agama Allah SWT dan bertawakal kepada-Nya merupakan pegangan dalam hidayah, bekal untuk menjauhi kesesatan, sarana menuju jalan petunjuk, jalan yang lurus, dan tercapainya cita-cita.”

2. Bersungguh-sungguh menimba ilmu agama

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-’Ankabut: 69).


Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menjelaskan ayat di atas, “(Ayat tersebut) juga menunjukkan bahwa orang yang bersemangat dan bersungguh-sungguh menimba ilmu agama, dia akan mendapatkan hidayah dan pertolongan dari Allah SWT untuk menggapai apa yang dicarinya. Pertolongan ini berbentuk petunjuk-petunjuk Ilahi yang di luar batas kesungguhan seseorang dan kemudahan-kemudahan menggapai ilmu.” (Tafsir al-Karim ar-Rahman).

3. Menjalankan Sunnah Rasulullah dan menjauhi apa-apa yang dilarangnya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. An-Nur: 54).

4. Meneladani salafush shalih yang berpegang kepada Al-Qur;an dan Sunnah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk ….” (QS. Al-Baqarah: 137).

Maksudnya, tidak ada jalan bagi ahli kitab untuk mendapatkan hidayah melainkan dengan keimanan kepada apa yang diimani oleh para sahabat—kaum Mukminin yang ada pada masa itu—yaitu keimanan kepada segenap Nabi dan Rasul, tidak membedakan di antara mereka, juga beriman kepada kitab-kitab suci yang diturunkan kepada mereka. (Taisir al-Karim ar-Rahman).

5. Mengikuti bimbingan Ulama As-Sunnah

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

Orang yang beriman itu berkata, “Wahai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.” (QS.Ghafir: 38).

Hidayah adalah sesuatu yang sangat berharga, karenanya hidayah tak akan ada di sembarang tempat kecuali kita berupaya untuk mendapatkannya. Wallahualam.

Sumber : islampos.com

Baca Juga :
Muhammad al-Fatih, Penakluk Konstantinopel
11 Hal yang Patut Diteladani dari Muhammad Al-Fatih
Bersahabat dengan Orang Saleh
Saat Oksigen Dikisahkan Dalam Al Quran
Ciri Muslim itu Gemar Beramal Sholeh

Tags :
Islam, Al Qur'an, Muslim, Muslimah, Nabi Muhammad, Allah SWT, Rasullulah, Hidayah, Ulama As-Sunnah, Agama Islam, Indonesia, Hidayah

Cara Mengenal Allah

Kemuliaan suatu ilmu tergantung pada perkara yang dipelajari dalam ilmu tersebut. Karena tidak ada yang lebih mulia daripada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, maka ilmu mengenal Allâh merupakan ilmu yang paling mulia. Cara mengenal Allâh itu bisa dilakukan melalui :

• Ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda keagungan Allâh pada alam semesta atau seluruh makhlukNya), dan
• Ayat-ayat syar’iyah (tanda-tanda keagungan Allâh, pada syari’at atau agama-Nya).

Mengenal Allâh Azza wa Jalla mencakup 4 bagian yaitu :
1. Mengenal keberadaan Allâh.
2. Mengenal keesaan rububiyah Allâh.
3. Mengenal keesaan uluhiyah Allâh (hak Allâh untuk diibadahi)
4. Mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla

Keempat bagian ini merupakan satu kesatuan, tidak boleh dipisah-pisahkan. Berikut ini penjelasan singkat tentang empat perkara di atas.

1. MENGENAL ADANYA ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
Kita wajib meyakini bahwa Allâh Pencipta seluruh makhluk benar-benar ada, walaupun kita tidak pernah bertemu, melihat, mendengar secara langsung. Banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkan hal ini. Diantaranya firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun (yakni tanpa Pencipta), ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? [ath-Thûr/52:35]

Maksudnya, keadaan manusia atau makhluk yang sudah ada ini tidak lepas dari salah satu dari tiga keadaan :

a. Mereka ada tanpa Pencipta. Ini tidak mungkin. Tidak ada akal sehat yang bisa menerima bahwa sesuatu itu ada tanpa ada yang membuatnya.

b. Mereka menciptakan diri mereka sendiri. Ini lebih tidak mungkin lagi. Karena bagaimana mungkin sesuatu yang awalnya tidak ada menciptakan sesuatu yang ada.

c. Inilah yang haq, yaitu Allâh Azza wa Jalla yang telah menciptakan mereka, Dialah Sang Pencipta, Penguasa, tidak ada sekutu bagi-Nya.

Seorang Arab Baduwi ditanya, “Apakah bukti tentang adanya Allâh Azza wa Jalla?” Dia menjawab, “Subhânallâh (Maha Suci Allâh)! Sesungguhnya kotoran onta menunjukkan adanya onta, bekas telapak kaki menunjukkan adanya perjalanan! Maka langit yang memiliki bintang-bintang, bumi yang memiliki jalan-jalan, lautan yang memiliki ombak-ombak, tidakkah hal itu menunjukkan adanya al-Lathîf (Allâh Yang Maha Baik) al-Khabîr (Maha Mengetahui).”

Imam Ahmad rahimahullah ditanya tentang hal ini, beliau menjawab, “Ada sebuah benteng yang kokoh, halus, tidak ada pintu dan jendela. Luarnya seperti perak putih, dalamnya seperti emas murni. Ketika dalam keadaan demikian, tiba-tiba temboknya terbelah, lalu keluarlah darinya seekor binatang yang dapat mendengar dan melihat, memiliki bentuk yang indah dan suara yang merdu.”

Yang dimaksudkan oleh Imam Ahmad adalah seekor ayam yang keluar dari telurnya. [Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr, surat al-Baqarah, ayat ke-21]

Sesungguhnya keyakinan adanya Sang Pencipta, Allâh Azza wa Jalla , merupakan fithrah makhluk. Oleh karena itulah Fir’aun, bahkan Iblis, juga meyakini hal ini. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Fir’aun dan kaumnya yang mengingkari mu’jizat Nabi Musa Alaihissallam :

وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا ۚ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

Dan mereka (Fir’aun dan kaumnya) mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. [an-Naml/27:14]

Oleh karena itu, tidaklah semata-mata seseorang meyakini adanya Allâh berarti dia adalah orang Islam atau beriman.

2. MENGENAL KEESAAN RUBUBIYAH ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
Kita wajib meyakini keesaan rububiyah Allâh, yaitu bahwa hanya Allâh yang mencipta, memiliki, menguasai, dan mengatur seluruh makhluk. Hanya Allâh Azza wa Jalla yang menghidupkan, mematikan, memberi rizqi, mendatangkan kebaikan, mendatangkan bencana. Tidak ada sekutu bagi Allâh Azza wa Jalla dalam seluruh perkara di atas, baik malaikat, nabi, wali, jin, ruh, atau lainnya.
Rububiyah (mencipta, memiliki, dan mengatur/menguasai) seluruh alam semesta ini hanyalah bagi Allâh semata. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Segala puji bagi Allah, Rabb (Pemilik, Penguasa) semesta alam. [al-Fâtihah/1:2]

Jenis tauhid ini tidak diingkari oleh orang-orang musyrik di zaman Rasûlullâh, bahkan mereka mengakuinya, sebagaimana dinyatakan oleh beberapa ayat al-Qur’ân. Antara lain, firman Allâh Azza wa Jalla .

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Katakanlah, “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan” Maka mereka (orang-orang musyrik jahiliyah) menjawab, “Allâh”. Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” [Yunus/10: 31]

Demikian juga Iblis mengakui hal ini, dia mengakui bahwa Allâh-lah yang telah menciptakannya dari api.

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

Allah berfirman, “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Iblis menjawab “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. [al-A’râf/7:12]

Oleh karena itulah, seseorang yang meyakini adanya Allâh dan keesaan kekuasaan-Nya belum bisa disebut orang Islam atau orang beriman, sampai dia mengimani keesaan uluhiyah Allâh, juga mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allâh, sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini.

3. MENGENAL KEESAAN ULUHIYAH ALLAH (HAK-NYA UNTUK DIIBADAHI).
Kita meyakini bahwa yang berhak diibadahi hanya Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Tidak boleh memberikan ibadah kepada selain Allâh, walaupun kepada makhluk yang dekat kepada-Nya, seperti malaikat atau rasul Allâh Azza wa Jalla . Apalagi kepada makhluk yang derajatnya di bawah mereka, seperti: manusia, jin, binatang, pohon, batu, senjata, planet, bintang, ataupun lainnya.

Tauhid inilah makna yang terkandung di dalam perkataan Lâ ilâha illa Allâh, karena maknanya adalah tidak ada yang berhak diibadahi selain Allâh. Dia Azza wa Jalla berfirman :

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya Engkaulah yang kami ibadahi dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. [al-Fâtihah/1:5]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

قُلْ إِنَّمَا يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Katakanlah, “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah,”Bahwasanya Ilahmu (yang kamu ibadahi) adalah Ilah Yang Esa, maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)”. [al-Anbiyâ’/21:108]

Keimanan terhadap keesaan uluhiyah Allâh (hakNya untuk diibadahi) ini adalah inti dakwah seluruh rasul. Dan inilah yang diingkari oleh orang-orang musyrik dan kafir. Allâh Azza wa Jalla berfirman.

وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ ۖ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَٰذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ﴿٤﴾أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, “ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta”. Mengapa ia menjadikan ilah-ilah itu Ilah Yang Satu saja. Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. [Shad/38: 4-5]

Tujuan dari pengenalan keesaan uluhiyah Allâh ini adalah supaya kita mencintai Allâh, tunduk kepada-Nya, takut dan berharap kepada-Nya, serta mengesakan ibadah hanya kepada-Nya.

Ibadah kepada Allâh yaitu merendahkan diri dan taat kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh kecintaan, pengagungan, mengharapkan rahmat, dan takut terhadap siksa. Hal itu dilakukan dengan cara melaksanakan perintah Allâh Azza wa Jalla dan menjauhi larangan-Nya.

Adapun ruang lingkup ibadah yaitu segala yang dicintai dan diridhai oleh Allâh Azza wa Jalla , baik berupa perkataan dan perbuataan, yang lahir maupun yang batin.

Ibadah akan diterima oleh Allâh dengan dua syarat yaitu ikhlas dan mutâba’ah. Ikhlas yaitu: mencari ridha Allâh semata, sedangkan mutâba’ah, yaitu mengikuti Sunnah (ajaran) Nabi Muhammad.

Oleh karena itu orang yang meyakini keesaan hak Allâh untuk diibadahi, dia akan mempersembahkan segala jenis ibadah hanya kepada-Nya semata. Di antara jenis-jenis ibadah adalah ketaatan yang mutlak dengan harap dan takut; kecintaan yang disertai ketundukan mutlak; do’a; niat di dalam beribadah (ikhlas); menyembelih binatang; takut; tawakal; dan lainnya.

4. MENGENAL NAMA-NAMA DAN SIFAT ALLAH
Yaitu mengimani dan menetapkan seluruh nama-nama Allâh dan sifat-sifat-Nya, yang tersebut di dalam Kitab al-Qur’ân dan Sunnah yang shahih, dengan tanpa menyerupakan dengan makhluk.

Allâh Azza wa Jalla berfirman,

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Hanya milik Allâh asmâ-ul husnâ, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmâ-ul husnâ itu dan tinggalakanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. [al-A’râf/7: 180]

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [asy-Syûrâ/42:11]

Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala adalah Yang Paling Tahu segala perkara, termasuk yang paling tahu tentang Allâh adalah Allah Azza wa Jalla sendiri. Allah Azza wa Jalla berfirman :

قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ

Katakanlah: “Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allâh?” [al-Baqarah/2: 140]

Demikian juga yang paling mengetahui tentang Allâh di antara semua makhluk adalah Rasul-Nya. Sehingga penjelasan para Rasul tentang Allâh Azza wa Jalla adalah haq. Sedangkan perkataan orang-orang kafir dan musyrik tentang Allâh hanyalah dugaan semata. Allâh berfirman :

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ﴿١٨٠﴾وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ﴿١٨١﴾ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Maha suci Rabbmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan, dan kesejahteraan dilimpahkan atas Para rasul, dan segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. [ash-Shâffât/37: 180-182]

Oleh karena itulah mengenal nama dan sifat Allâh Azza wa Jalla hanyalah lewat jalan wahyu. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata tentang sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّ اللهَ يَنْزِلُ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا

Sesungguhnya Allâh turun ke langit dunia

Atau :

إِنَّ اللهَ يُرَى فِي الْقِيَامَةِ

Sesungguhnya Allâh akan dilihat pada hari kiamat

Dan yang serupa dengan hadits-hadits ini, “Kami beriman kepadanya dan membenarkannya, dengan tanpa (bertanya) bagaimana, tanpa (menetapkan) makna (yang lain), tanpa menolak sesuatu darinya. Dan kami mengetahui bahwa semua yang dibawa oleh Rasûlullâh n adalah haq, kami tidak menolak Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan kami tidak mensifati Allâh lebih dari yang Dia menyifati diri-Nya dengan tanpa batasan dan akhir. (Allâh Azza wa Jalla berfirman :)

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [asy-Syûrâ/42:11]

Dan kami mengatakan (tentang sifat Allâh) sebagaimana Dia berkata; Kami menyifati-Nya dengan semua sifat yang Allâh pergunakan untuk menyifati diri-Nya; Dan kami tidak melanggar batasan itu. Dan penyifatan dari orang-orang yang menyifati-Nya tidak sampai kepada hakikat-Nya. Kami beriman kepada al-Qur’ân semuanya, baik yang muhkam (maknanya jelas) dan mutasyabih (maknanya samar). Dan kami tidak akan menghilangkan dari-Nya satu sifat pun dari sifat-sifat-Nya karena kekejian yang dibuat-buat, kami tidak melanggar batas al-Qur’ân dan al-Hadîts. Dan kami tidak mengetahui hakekatnya keculai dengan membenarkan Rasûlullâh n dan menetapkan al-Qur’ân.” [Lum’atul I’tiqâd, hlm. 3]

Inilah bagian-bagian mengenal kepada Allâh dan beriman kepada-Nya. Semoga penjelasan ini menambah ilmu bagi kita semua, dan semoga Allâh selalu membimbing kita di atas jalan yang lurus. Aamiin.

Sumber: almanhaj.or.id

Baca Juga :
Bukti Bahwa Daging Babi Tidak Untuk Dikonsumsi
Peristiwa Penting Dalam Bulan Rabiul Akhir
Subhanallah, hamil itu menakjubkan!
Peristiwa Penting di Bulan Ramadhan
Macam-Macam Mati Syahid

Tags :
Islam, Muslim, Muslimah, Nabi Muhammad, Allah SWT, Rasullulah, Arab, Al Qur'an, Ayat

Berhijrah? Lakukan Tiga Hal Berikut Agar Tetap Istiqomah

Pernahkah kita berpikir bahwa hidup kita hanya sementara? pernahkahterpikir oleh kita setiap perbuatan yang kita lakukan nantinya akan di mintaipertanggung jawaban oleh Allah SWT? Tentu saja saat kita menyadari haltersebut, kita ingin menyesali semua dosa – dosa yang telah diperbuat dan ingin menjadi manusia yang lebih baik, dan berharap mendapatkan ridha Allah untuk setiap perbuatanya.

Bulan ramadhan hanya tinggal beberapa hari lagi, bulan yang sangat sempurna untuk memulai menuju diri yang lebih baik lagi, bulan yang sangat tepat untuk seseorang memulai hijrahnya kepada Allah SWT.

Hijrah berasal dari bahasa arab yang artinya perpindahan, dimana perpindahan disini dimaksudnya pindah meninggalkan dan menjauhi yang dibenci dan menuju yang disukai oleh Allah SWT.

Hijrah pasti pernah dirasakan oleh setiap orang. Mungkin konteksnya saja yang berbeda atau mungkin juga dia tidak menyadarinya. Ini juga bisa diakibatkan karena hijrah tidak memiliki kriteria atau ciri-ciri khusus bahwa seseorang sedang berhijrah. Hijrah yang sering diartikan yaitu berubahnya seseorang pada kebaikan. Ya istilah kerennya ‘Taubat’.

Ada sesuatu fenomena yang dirasakan oleh sebagian orang saat berhijrah, mungkin Hijrah adalah sesuatu hal yang gampang di lakukan oleh sebagian orang, tetapi ada satu hal yang sulit, yaitu tetap beristiqamah didalam berhijrah tersebut.

Merubah gaya hidup dari yang buruk ke yang baik mudah dilakukan sebagian kalangan orang, seperti mengubah cara berpakaian yang lebih syar’i, sering bersedakah, dan lainnya, tetapi bertahan saat sedang merubah hal itu adalah hal yang sulit, contohnya saat seorang mengubah tampilan pakaiannya ke yang lebih syar’i, dia akan merasa kepanasan, tidak nyaman dan sebagainya.

Oleh karna itu, istiqamah sangat susah didalam berhijrah. Istiqomah dalam beribadah memang tidak semudah yang dibayangkan. Tapi, seorang muslim yang baik adalah mereka yang selalu berusaha untuk istiqomah dan berada dalam jalan yang benar. Meskipun dalam ibadahnya terkadang seorang islam mengalami rasa malas atau gangguan lainnya, setidaknya ada beberapa cara yang bisa membantu seorang muslim untuk tetap istiqomah.

Cara yang dapat dilakukan agar senantiasa istiqamah adalah :

Pertama, Meluruskan niat, Sebelum seseorang melaksanakan ibadah ia tentunya harus berniat dalam hati. Dengan memiliki niat yang lurus dan hanya mengharapkan ridha Allah SWT maka seseorang akan lebih mudah menjalankan ibadahnya dan tidak mudah tergoda pada hal-hal yang bisa menghalangi ibadahnya. semakin kuat niat seseorang maka semakin kuat pula tujuan yang dia harapkan akan tercapai. Niat juga merupakan penentu suatuibadah dan ia mendapatkan pahala atau ganjaran sesuai dengan niat ibadah dalam hatinya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini.

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang hendak dia nikahi makahijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya”. (HSR. Bukhary-Muslim dari ‘Umar bin Khoththob radhiallahu ‘anhu)

Kedua, Memperbanyak Membaca Alqur’an dan zikir, Membaca Alqur’an setiap hari secara rutin adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri pada Allah SWT dan dengan berzikir hati manusia akan senantiasa tentram, iblis laknatillah pun yang senantiasa mengaggu manusia berhijrah akan menjauh saat manusia membaca Al-Qur’an.

Ketiga, Bergaul dengan orang-orang shaleh, Hubungan manusia tidak terlepas dengan manusia lainnya dan perilaku seorang manusia juga biasanya dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya. Memilih sahabat yang Sholeh dan Sholeha sangat penting saat seseorang sedang berhijrah, karna mereka yang akan menuntun dan menjukkan jalan yang baik saat berhijrah.

Sumber : wasatha.com

Baca Juga :
Mengapa Muslimah Wajib Berjilbab?
Kisah Ashabul Kahfi Yang Diabadikan Al-Quran
Perjalanan Menuju Surga atau Neraka
Siksa dan Azab Allah Bagi Mereka Pemakan Harta Anak Yatim
8 Surga Beserta Para Penghuninya

Tags :
Islam, Muslim, Muslimah, Nabi Muhammad, Allah SWT, Rasullulah, Arab, Indonesia, Hijrah, Istiqomah, Al Qur'an, Zikir

Makna Dua Kalimat Syahadat

Kalimat laa ilaha illallah adalah kalimat yang sangat ringan diucapkan dengan lisan namun memiliki bobot yang sangat agung. Karena pada hakikatnya ia merupakan intisari ajaran Islam. Akan tetapi tentu saja kalimat ini bukan sekedar ucapan tanpa makna dan tanpa konsekuensi yang harus dijalankan (lihat Syarh Tafsir Kalimat at-Tauhid oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah, hal. 5)

Ada yang berkata kepada al-Hasan, “Sebagian orang mengatakan: Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah maka dia pasti masuk surga.”? Maka al-Hasan menjawab, “Barangsiapa yang mengucapkan laa ilaha illallah kemudian dia menunaikan konsekuensi dan kewajiban darinya maka dia pasti masuk surga.” (lihat Kitab at-Tauhid; Risalah Kalimat al-Ikhlas wa Tahqiq Ma’naha oleh Imam Ibnu Rajab rahimahullah, hal. 40)

Dikatakan kepada Wahb bin Munabbih rahimahullah, “Bukankah laa ilaha illallah adalah kunci surga?”. Beliau menjawab, “Benar. Akan tetapi tidaklah suatu kunci melainkan memiliki gerigi-gerigi. Apabila kamu datang dengan membawa kunci yang memiliki gerigi-gerigi itu maka dibukakanlah [surga] untukmu. Jika tidak, maka ia tidak akan dibukakan untukmu.” (lihat Kitab at-Tauhid; Risalah Kalimat al-Ikhlas wa Tahqiq Ma’naha, hal. 40)

Dalil al-Qur’an

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) -yang benar- selain Dia, dan [bersaksi pula] para malaikat serta orang-orang yang berilmu, demi tegaknya keadilan. Tiada ilah [yang benar] selain Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18)

Imam Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini mengandung penetapan hakikat tauhid dan bantahan bagi seluruh kelompok sesat. Ia mengandung persaksian yang paling mulia, paling agung, paling adil, dan paling jujur, yang berasal dari semulia-mulia saksi terhadap sesuatu perkara yang paling mulia untuk dipersaksikan.” (lihat Syarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 90 cet. al-Maktab al-Islami)

Makna persaksian ini adalah bahwa Allah telah mengabarkan, menerangkan, memberitahukan, menetapkan, dan memutuskan bahwa segala sesuatu selain-Nya bukanlah ilah/sesembahan [yang benar] dan bahwasanya penuhanan segala sesuatu selain-Nya adalah kebatilan yang paling batil. Menetapkan hal itu [ilahiyah pada selain Allah] adalah kezaliman yang paling zalim. Dengan demikian, tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Dia, sebagaimana tidak layak sifat ilahiyah disematkan kepada selain-Nya. Konsekuensi hal ini adalah perintah untuk menjadikan Allah semata sebagai ilah dan larangan mengangkat selain-Nya sebagai sesembahan lain bersama-Nya (lihat at-Tafsir al-Qayyim, hal. 178 oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Yang demikian itu, karena Allah adalah [sesembahan] yang benar, adapun segala yang mereka seru selain Allah adalah batil. Dan sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Hajj: 62)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Adapun segala yang mereka seru selain Allah adalah batil; yaitu patung, tandingan, berhala, dan segala sesuatu yang disembah selain Allah maka itu adalah [sesembahan yang] batil; karena ia tidak menguasai kemanfaatan maupun madharat barang sedikit pun.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [5/449])

Dalil as-Sunnah

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau menuturkan bahwa tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengutus Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu ke negeri Yaman, maka beliau berpesan kepadanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi sekelompok orang dari kalangan Ahli Kitab, maka jadikanlah perkara pertama yang kamu serukan kepada mereka syahadat laa ilaha illallah.” Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman terdiri dari tujuh puluh sekian atau enam puluh sekian cabang. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaha illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa bagian iman yang paling utama adalah tauhid yang hukumnya wajib ‘ain atas setiap orang, dan itulah perkara yang tidaklah dianggap sah/benar cabang-cabang iman yang lain kecuali setelah sahnya hal ini (tauhid).” (lihat Syarh Muslim[2/88])

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan, “Aqidah tauhid ini merupakan asas agama. Semua perintah dan larangan, segala bentuk ibadah dan ketaatan, semuanya harus dilandasi dengan aqidah tauhid. Tauhid inilah yang menjadi kandungan dari syahadat laa ilaha illallah wa anna Muhammadar rasulullah. Dua kalimat syahadat yang merupakan rukun Islam yang pertama. Maka, tidaklah sah suatu amal atau ibadah apapun, tidaklah ada orang yang bisa selamat dari neraka dan bisa masuk surga, kecuali apabila dia mewujudkan tauhid ini dan meluruskan aqidahnya.” (lihat Ia’nat al-Mustafid bi Syarh Kitab at-Tauhid [1/17] cet. Mu’assasah ar-Risalah)

Makna dan Konsekuensi Laa Ilaha Illallah

Syahadat laa ilaha illallah maknanya adalah seorang hamba mengakui dengan lisan dan hatinya bahwa tidak ada ma’bud [sesembahan] yang benar kecuali Allah ‘azza wa jalla. Karena ilah bermakna ma’luh [sesembahan], sedangkan kata ta’alluh bermakna ta’abbud [beribadah]. Di dalam kalimat ini terkandung penafian dan penetapan. Penafian terdapat pada ungkapan laa ilaha, sedangkan penetapan terdapat pada ungkapan illallah. Sehingga makna kalimat ini adalah pengakuan dengan lisan -setelah keimanan di dalam hati- bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah; dan konsekuensinya adalah memurnikan ibadah kepada Allah semata dan menolak segala bentuk ibadah kepada selain-Nya (lihat Fatawa Arkan al-Islam hal. 47 oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah)

Orang yang mengucapkan laa ilaha illallah harus melaksanakan konsekuensinya, yaitu beribadah kepada Allah, tidak berbuat syirik dan melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai amalan yang bisa memasukkan ke dalam surga. Maka beliau menjawab, “Kamu beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Kamu mendirikan sholat wajib, zakat yang telah difardhukan, dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Kalimat laa ilaha illallah mengandung konsekuensi tidak mengangkat ilah/sesembahan selain Allah. Sementara ilah adalah Dzat yang ditaati dan tidak didurhakai, yang dilandasi dengan perasaan takut dan pengagungan kepada-Nya. Dzat yang menjadi tumpuan rasa cinta dan takut, tawakal, permohonan, dan doa. Dan ini semuanya tidak pantas dipersembahkan kecuali kepada Allah ‘azza wa jalla. Barangsiapa yang mempersekutukan makhluk dengan Allah dalam masalah-masalah ini -yang ia merupakan kekhususan ilahiyah- maka hal itu merusak keikhlasan dan kemurnian tauhidnya. Dan di dalam dirinya terdapat bentuk penghambaan kepada makhluk sesuai dengan kadar ketergantungan hati kepada selain-Nya. Dan ini semuanya termasuk cabang kemusyrikan (lihat Kitab at-Tauhid; Risalah Kalimat al-Ikhlas wa Tahqiq Ma’naha, hal. 49-50)

Dengan demikian, seorang yang telah mengucapkan laa ilaha illallah wajib mengingkari segala sesembahan selain-Nya. Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah dan mengingkari segala yang disembah selain Allah, maka terjaga harta dan darahnya. Adapun hisabnya adalah urusan Allah ‘azza wa jalla.” (HR. Muslim dari Thariq bin Asy-yam radhiyallahu’anhu)

Adapun orang yang mengucapkan laa ilaha illallah akan tetapi tidak mengingkari sesembahan selain Allah atau justru berdoa kepada para wali dan orang-orang salih [yang sudah mati] maka orang semacam itu tidak bermanfaat baginya ucapan laa ilaha illallah. Karena hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu saling menafsirkan satu sama lain. Tidak boleh hanya mengambil sebagian hadits dan meninggalkan sebagian yang lain (lihat Syarh Tafsir Kalimat at-Tauhid, hal. 12)

Tidak Cukup Di Lisan

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Syahadat dengan lisan saja tidak cukup. Buktinya adalah kaum munafik juga mempersaksikan keesaan Allah ‘azza wa jalla. Akan tetapi mereka hanya bersaksi dengan lisan mereka. Mereka mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka yakini di dalam hati mereka. Oleh sebab itu ucapan itu tidak bermanfaat bagi mereka…” (lihat Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, hal. 23 cet. Dar Tsurayya).

Kalimat laa ilaha illallah tidak cukup hanya diucapkan, tanpa ada keyakinan dan pelaksanaan terhadap kandungan dan konsekuensinya. Allah ta’ala berfirman tentang orang-orang munafik (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada di dalam kerak paling bawah dari neraka Jahannam, dan kamu tidak akan mendapati penolong bagi mereka.” (QS. An-Nisaa’: 145)

Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Apabila datang kepadamu orang-orang munafik seraya mengatakan: Kami bersaksi bahwa engkau benar-benar utusan Allah. Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar utusan-Nya. Dan Allah bersaksi bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.” (QS. Al-Munafiqun: 1)

Seorang yang mengucapkan laa ilaha illallah harus melandasi syahadatnya dengan keikhlasan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah karena [ikhlas] mencari wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Itban bin Malik radhiyallahu’anhu)

Seorang yang mengucapkan laa ilaha illallah pun harus melandasi syahadatnya dengan keyakinan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Allah dan bahwsanya aku -Muhammad- adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba bertemu dengan Allah dengan membawa dua persaksian ini tanpa keragu-raguan lalu dihalangi masuk surga.” (HR. Muslim)

Oleh sebab itu para ulama menerangkan bahwa untuk mewujudkan laa ilaha illallah di dalam kehidupan kita, harus terpenuhi hal-hal sebagai berikut:
  • Mengucapkannya
  • Mengetahui maknanya
  • Meyakini kandungannya
  • Mengamalkan kandungan dan konsekuensinya; yaitu beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan sesembahan selain-Nya
  • Membela orang yang menegakkan tauhid dan memusuhi orang-orang yang menyimpang dan menentangnya (lihat Syarh Tafsir Kalimat at-Tauhid, hal. 11 dan 16)

Siapa pun yang melakukan perkara yang membatalkan keislaman maka sesungguhnya dia telah membatalkan syahadatnya. Karena syahadat ini hanya akan berguna baginya apabila dia beramal dengannya dan istiqomah di atasnya. Dia beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan segala sesembahan selain-Nya. Dia juga taat kepada perintah dan larangan Allah. Selain itu, dia tidak melakukan perkara yang membatalkan syahadatnya, baik berupa ucapan, perbuatan, atau keyakinan. Apabila seorang telah melakukan perkara yang membatalkan syahadatnya, maka tidak ada artinya ucapan syahadat itu meskipun dia ucapkan seribu kali, bahkan walaupun dia menunaikan sholat, puasa, zakat dan haji (lihat Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah karya Syaikh Bin Baz rahimahullah [4/20] yang disusun oleh Dr. Muhammad bin Sa’ad asy-Syuwai’ir)

Siapa saja yang meninggalkan kewajiban atau melakukan hal-hal yang diharamkan maka dia harus siap menanggung resiko hukuman dari Allah, meskipun dia telah mengucapkan kalimat tauhid dan meyakini kandungannya. Dan apabila dia melakukan suatu perkara yang membatalkan keislamannya maka dia berubah status menjadi murtad dan kafir, sehingga ucapan syahadat itu tidak lagi bermanfaat baginya. Oleh sebab itu kalimat tauhid ini harus direalisasikan di dalam kenyataan dan dijalankan konsekuensinya. Kalau tidak demikian maka orang tersebut berada dalam ancaman bahaya yang sangat besar jika tidak bertaubat dari kesalahannya, meskipun dia adalah pemilik tauhid. Allahul musta’aan (lihat Syarh Kitab at-Tauhid oleh Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, hal. 26)

Jadikan Tauhid Sebagai Prioritas Utama

Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmi rahimahullah berkata, “… sesungguhnya memperhatikan perkara tauhid adalah prioritas yang paling utama dan kewajiban yang paling wajib. Sementara meninggalkan dan berpaling darinya atau berpaling dari mempelajarinya merupakan bencana terbesar yang melanda. Oleh karenanya, menjadi kewajiban setiap hamba untuk mempelajarinya dan mempelajari hal-hal yang membatalkan, meniadakan atau menguranginya, demikian pula wajib baginya untuk mempelajari perkara apa saja yang bisa merusak/menodainya.” (lihat asy-Syarh al-Mujaz, hal. 8)

Betapa pun beraneka ragam umat manusia dan berbeda-beda problematika mereka, sesungguhnya dakwah kepada tauhid adalah yang pokok. Sama saja apakah masalah yang menimpa mereka dalam hal perekonomian sebagiamana yang dialami penduduk Madyan -kaum Nabi Syu’aib ‘alaihis salam– atau masalah mereka dalam hal akhlak sebagaimana yang menimpa kaum Nabi Luth ‘alaihis salam. Bahkan, meskipun masalah yang mereka hadapi adalah dalam hal perpolitikan! Sebab realitanya umat para nabi terdahulu itu -pada umumnya- tidak diterapkan pada mereka hukum-hukum Allah oleh para penguasa mereka… Tauhid tetap menjadi prioritas yang paling utama! (lihat Sittu Duror min Ushuli Ahli al-Atsar oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafizhahullah, hal. 18-19)

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah memaparkan, “Pada masa kita sekarang ini, apabila seorang muslim mengajak saudaranya kepada akhlak, kejujuran dan amanah niscaya dia tidak akan menjumpai orang yang memprotesnya. Namun, apabila dia bangkit mengajak kepada tauhid yang didakwahkan oleh para rasul yaitu untuk berdoa kepada Allah semata dan tidak boleh meminta kepada selain-Nya apakah itu para nabi maupun para wali yang notabene adalah hamba-hamba Allah [bukan sesembahan, pent] maka orang-orang pun bangkit menentangnya dan menuduh dirinya dengan berbagai tuduhan dusta. Mereka pun menjulukinya dengan sebutan ‘Wahabi’! agar orang-orang berpaling dari dakwahnya. Apabila mereka mendatangkan kepada kaum itu ayat yang mengandung [ajaran] tauhid muncullah komentar, ‘Ini adalah ayat Wahabi’!! Kemudian apabila mereka membawakan hadits, ‘..Apabila kamu minta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah.’ sebagian orang itu pun mengatakan, ‘Ini adalah haditsnya Wahabi’!…” (lihat Da’watu asy-Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab, hal. 12-13)

Apabila memelihara kesehatan tubuh adalah dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan obat-obatan, maka sesungguhnya memelihara tauhid adalah dengan ilmu dan dakwah. Sementara tidak ada suatu ilmu yang bisa memelihara tauhid seperti halnya ilmu al-Kitab dan as-Sunnah. Demikian pula tidak ada suatu dakwah yang bisa menyingkap syirik dengan jelas sebagaimana dakwah yang mengikuti metode keduanya [al-Kitab dan as-Sunnah, pent] (lihat asy-Syirk fi al-Qadiim wa al-Hadiits, hal. 6)

Imam Bukhari rahimahullah memulai kitab Sahih-nya dengan Kitab Bad’il Wahyi [permulaan turunnya wahyu]. Kemudian setelah itu beliau ikuti dengan Kitab al-Iman. Kemudian yang ketiga adalah Kitab al-‘Ilmi. Hal ini dalam rangka mengingatkan, bahwasanya kewajiban yang paling pertama bagi setiap insan adalah beriman [baca: beraqidah yang benar/bertauhid]. Sementara sarana untuk menuju hal itu adalah ilmu. Kemudian, yang menjadi sumber/rujukan iman dan ilmu adalah wahyu [yaitu al-Kitab dan as-Sunnah] (lihat dalam mukadimah tahqiq kitab ‘Aqidah Salaf wa Ash-habul Hadits, hal. 6)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Sesungguhnya tauhid menjadi perintah yang paling agung disebabkan ia merupakan pokok seluruh ajaran agama. Oleh sebab itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dakwahnya dengan ajakan itu (tauhid), dan beliau pun memerintahkan kepada orang yang beliau utus untuk berdakwah agar memulai dakwah dengannya.” (lihat Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 41)

Sumber : abu0mushlih.wordpress.com

Baca Juga :
Ini Manfaat Memiliki Jenggot
Belajar dari Genosida Muslim Bosnia (Refleksi terhadap Toleransi Beragama)
Keutamaan Membaca Ayat Kursi
Penjelajah Muslim Dari Tiongkok Laksamana Cheng Ho
6 Fakta Tentang Dajjal

Tags :
Islam, Muslim, Muslimah, Nabi Muhammad, Allah SWT, Sunnah, Al Qur'an, Rasullulah, Syahadat, Imam, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin 

Mengenal Bendera Rasulullah

Semenjak masa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, umat Islam sudah mempunyai bendera. Dalam bahasa Arab, bendera sebut dengan liwa’ atau alwiyah (dalam bentuk jamak). Istilah liwa’ sering ditemui dalam beberapa riwayat hadis tentang peperangan. Jadi, istilah liwa’ sering digandengkan pemakaiannya dengan rayah (panji perang).

Istilah liwa’ atau disebut juga dengan al-alam (bendera) dan rayah mempunyai fungsi berbeda. Dalam beberapa riwayat disebutkan, rayah yang dipakai Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berwarna hitam, sedangkan liwa’ (benderanya) berwarna putih. (HR Thabrani, Hakim, dan Ibnu Majah).

Meskipun terdapat juga hadis-hadis lain yang menggambarkan warna-warna lain untuk liwa’ dan rayah, sebagian besar ahli hadis meriwayatkan warna liwa’ dengan warna putih dan rayah dengan warna hitam. Secara ukuran, rayah lebih kecil dari liwa’. Mengenai ukuran panjang dan lebarnya, tidak ditemui riwayat yang menjelaskan secara rinci dari bendera maupun panji-panji Islam pada masa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Dalam sebuah hadis dikatakan, 

“Panji Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berwarna hitam, berbentuk segi empat dan terbuat dari kain wol.” (HR Tirmizi).

Rayah dan liwa’ sama-sama bertuliskan La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah. Pada rayah (bendera hitam) ditulis dengan warna putih, sebaliknya pada liwa’ (bendera putih) ditulis dengan warna hitam. Rayah dan liwa’ juga mempunyai fungsi yang berbeda. Rayah merupakan panji yang dipakai pemimpin atau panglima perang. Rayah menjadi penanda orang yang memakainya merupakan pimpinan dan pusat komando yang menggerakkan seluruh pasukan. Jadi, hanya para komandan (sekuadron, detasemen, dan satuan-satuan pasukan lain) yang memakai rayah.

Rayah diserahkan langsung oleh khalifah kepada panglima perang serta komandan-komandannya. Selanjutnya, rayah dibawa selama berperang di medan peperangan. Karena itulah, rayah disebut juga Ummu al-Harb (Induk Perang).

Mengenai hal ini, berdalil dari hadis dari Ibnu Abbas mengatakan, Rasulullah ketika menjadi panglima di Perang Khandak pernah bersabda, “Aku benar-benar akan memberikan panji (rayah) ini kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.” Rasulullah kemudian memberikan rayah tersebut kepada Ali bin Abi Thalib yang saat itu menjadi ketua divisi pasukan Islam. (HR Bukhari).

Ibnu Asakir dalam bukunya Tarikh ad-Dimasyq jilid IV/225-226 menyebutkan, rayah milik Rasulullah sallallahu alaihi wasallam mempunyai nama. Dalam riwayat disebutkan, nama rayah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam adalah al-Uqab.

Selain itu, fungsi liwa’ sebagai penanda posisi pemimpin pasukan. Pembawa bendera liwa’ akan terus mengikuti posisi pemimpin pasukan berada. Liwa’ dalam perperangan akan diikat dan digulung pada tombak. Riwayat mengenai liwa’, seperti yang diriwayatkan dari Jabir radi allahu anhu yang mengatakan, Rasulullah membawa liwa’ ketika memasuki Kota Makkah saat Fathul Makkah (pembebasan Kota Makkah). (HR Ibnu Majah).

Setelah masa-masa ekspansi dari daulah Islam berakhir, simbol-simbol menyerupai rayah dan liwa’ kembali muncul. Banyak kelompok dan ormas yang menggunakan simbol tersebut sebagai lambang organisasinya. Namun, apakah hal ini diperkenankan?

Almarhum KH Ali Mustafa Ya’qub pernah mengatakan, sebenarnya tidak ada larangan bagi satu kelompok untuk memakai simbol rayah dan liwa’. Namun, jika tujuannya untuk menipu atau mengecoh umat Islam, tentu itu jelas haram.

Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, kelompok-kelompok ekstremis, seperti Islamic State of Irak and Suriah (ISIS), menggunakan rayah dan liwa’ untuk menipu umat Islam. Hal itu dibuktikan dengan perbuatan mereka yang tidak sesuai dengan slogan yang mereka usung. Penggunaan rayah dan liwa’ hanya sekadar propaganda untuk menarik simpati umat Islam.

Demikian juga tentang fungsi rayah dan liwa’ sebagai bendera umat Islam. Menurut Ali Mustafa, tidak ada dalil kuat yang bisa mengklaim begitu saja bahwa liwa’ merupakan bendera umat Islam. Menurutnya, Islam bukan bendera, melainkan keyakinan. Keberadaan rayah dan liwa’ pada zaman Rasulullah sallallahu alaihi wasallam hanya sebagai tanda.

Sumber : republika.co.id

Baca Juga :
Istiqamah pada Jalan Agama di Zaman Fitnah
Tekadkan Hati Untuk Melakukan Kebaikan
Ciri Muslim itu Gemar Beramal Sholeh
Kesederhanaan Makan Rasulullah
Bersahabat dengan Orang Saleh

Tags :
Islam, Muslim, Muslimah, Nabi Muhammad, Allah SWT, Rasullulah, liwa’, Rayah, Arab, Indonesia, Masjid Istiqlal