Sunday, 5 March 2017

Wanita Muslim Yang Ikut Merubah Sejarah Dan Menjadi Inspirasi Dunia

Menjadi muslimah ternyata tidak hanya berkutat di dapur, sumur, dan kasur saja, jika dibutuhkan dan sangat penting, wanita muslim bisa menjadi yang terdepan. Muslimah bahkan harus pintar, seperti yang bisa dilihat pada istri-istri Nabi Muhammad saw. yaitu Aisyah ra. yang sangat pintar akan ilmu agama, sejarah, hingga ilmu kedokteran. Atau Khadijah ra. yang pandai berniaga dan mengurus keluarga juga suami.

Ilmu sangatlah penting bagi seorang muslim maupun muslimah. Ilmu bukanlah harta yang diwariskan begitu saja, ilmu harus diperoleh terlebih dahulu lewat belajar yang memerlukan usaha dan pengorbanan baik harta maupun waktu.

Menuntut ilmu bagi seorang muslimah tidak hanya berguna bagi dirinya sendiri tapi juga bagi orang-orang di sekelilingnya. Bagi yang masih hidup sendiri, ilmu bisa diamalkan lewat kehidupannya sehari-hari atau bahkan diajarkan kepada saudara, orang tua, bahkan tetangga. Bagi yang sudah menikah dan memiliki anak, ilmu bisa diamalkan dan diajarkan kepada anak-anaknya bahkan untuk memberi contoh bagi sang suami. Itulah mengapa para istri nabi dikisahkan sebagai wanita muslim yang pandai baik secara ilmu maupun akhlak.

Tidak hanya para istri nabi saja yang pintar dan dapat menginspirasi kita semua, ada juga wanita muslim lain yang ikut berjuang di jaman nabi dan ada juga yang turut merubah sejarah dunia. Berikut adalah 5 diantaranya.

1. Rufaidah binti Sa’ad Al-Asalmiya (570-632 M)

Bernama lengkap Rufaidah binti Sa’ad Al-Bani Aslam Al-Khazraj, wanita muslim yang masuk ke dalam kaum Anshor, golongan yang pertama kali menganut Islam di Madinah, merupakan perawat muslim pertama di dunia. Hidup di jaman Nabi Muhammad saw. memimpin kaum muslim membuatnya menjadi sukarelawan bagi korban yang terluka akibat perang Badar, Uhud, dan Khandaq.

Rufaidah belajar ilmu keperawatan lewat ayahnya yang merupakan seorang dokter pada jamannya. Sedari kecil ia sudah membantu merawat dan mengobati orang sakit. Tidak hanya merawat orang, Rufaidah juga melatih beberapa kelompok wanita agar menjadi perawat yang nantinya akan mengambil peran penting pada perang Khibar.

Awal mula dunia medis dan dunia keperawatan dalam Islam dimulai ketika Rufaidah merawat Sa’ad bin Mu’adz yang terluka akibat tertancap panah pada tangannya. Rufaidah membuat keadaannya menjadi stabil (homeostatis).

Rufaidah terkenal akan dedikasinya yang tidak memandang apakah pasiennya itu kaya atau miskin. Ia memberika perawatan tidak hanya kepada orang yang waras saja tapi juga kepada penderita gangguan jiwa, dan juga anak yatim. Perannya tidak hanya dalam aspek klinis saja tapi juga melaksanakan peran komunitas dan memecahkan masalah sosial, yang nantinya akan menyebabkan penyakit di masyarakat.

2. Nusayba binti Ka’ab Al-Ansariyah (630-690 M)

Memiliki sebutan Ummu Imarah atau Ummu Ummarah yang berarti Ibu para pemimpin merupakan sosok sahabat muslimah pemberani yang turut berjuang dalam Perang Uhud bersama Nabi Muhammad saw. Ia merupakan satu dari dua wanita (yang lainnya adalah Ummu Maniq atau Asma binti Amru, seorang penduduk Mekah) yang melakukan Bai’at Aqabah Kedua kepada Rasulullah saw. bersama dengan 73 orang laki-laki utusan Anshar dari Madinah yang datang ke Mekah. Saat itu ia melakukan bai’at (sumpah setia) bersama suaminya Zaid bin Ashim dan dua orang puteranya yaitu Abdullah dan Habib.

Kisah keberanian dan kepahlawanan Nusayba yang paling dikenang adalah ketika ia membela dan melindungi Nabi Muhammad saw. dalam perang Uhud. Awalnya Nusayba bergabung dengan pasukan muslim untuk tujuan membantu di bidang logistik dan medis bersama para wanita lainnya. Keadaan berubah ketika ia menyaksikan pasukan musuh menerobos pasuka muslim dan membuat mereka kocar-kacir. Melihat Nabi Muhammad saw. terancam keselamatannya, Nusayba segera mempersenjatai dirinya dan bergabung dengan pasukan muslim untuk membentuk pertahanan guna melindungi Rasulullah saw.

Nabi Muhammad saw. ketika perang usai memberi kesaksian kepada para sahabat bahwa Nusayba telah melindunginya dengan gigih dan gagah berani. Dalam perang tersebut Nusayba memperoleh 12 luka pada bagian tubuhnya dan yang paling parah ada di bagian lehernya. Hebatnya, Nusayba tidak mengeluh, mengadu, apalagi menangis. Keberaniannya membela Rasul pun membuatnya digelari “Difaaun Nabiy” atau Perisai Nabi.

Selain Perang Uhud, Nusayba juga ikut terlibat dalam peristiwa Hudaibiyah, Perang Khaibar, Perang Hunain, dan Perang Yamamah pada jaman Khalifah Abu Bakar.

3. Rabi’ah Al-Adawiyyah (713/717-801 M)

Bernama lengkap Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyah al-Basriyah atau dikenal juga dengan nama Rabi’ah Basri, merupakan sufi wanita beraliran sunni yang hidup pada masa dinasti Umayyah. Rabi’ah terkenal akan kezuhudannya atau ketidaktertarikannya pada nikmat dunia sehingga ia mengabdikan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Kezuhudannya dikenal hingga ke Eropa dan membuat beberapa cendekiawan meneliti serta membuat buku berisi riwayat hidupnya.

Rabi’ah dilahirkan sebagai anak bungsu dari empat bersaudara. Keadaan keluarganya sangatlah miskin, tapi beruntungnya Rabi’ah memiliki otak yang cerdas dan taat beragama. Beberapa tahun setelah Rabi’ah lahir, ayahnya meninggal yang kemudian disusul oleh ibunya. Rabi’ah dan ketiga saudara kandungnya mejadi yatim piatu.

Pada saat Rabi’ah dan saudaranya mengembara akibat bencana alam dan kekeringan yang menimpa kota Basrah, Rabi’ah terpisah dari saudaranya dan kemudian diculik oleh penyamun. Para penyamun itu kemudian menjualnya kepada seorang pedagang yang kejam. Satu malam Rabi’ah bermunajat dan memohon agar dibebaskan dari pedagang tersebut, dan ia berjanji jika bebas nanti ia tidak akan pernah berhenti untuk beribadah kepada Allah swt. Doanya dikabulkan. Ketika Rabi’ah sedang sholat malam, majikannya melihat ada lentera tergantung di atas kepala Rabi’ah tanpa ada tali sehelai pun. Pedagang itu langsung membebaskan Rabi’ah dan menawarkannya tempat tinggal serta biaya hidup. Tapi Rabi’ah menolaknya.

Rabi’ah dicatat oleh dunia sebagai seorang sufi wanita yang cinta murni kepada Tuhan sebagai puncak dari tasawuf. Rabi’ah dijadikan panutan oleh para sufi seperti Al-Ghazali, seorang ulama besar, sehingga menjadikannya The Mother of the Grand Master atau Ibu Para Sufi Besar.

4. Fatima Al-Fihri (800-880 M)

Fatima lahir dari keluarga Fikri yang ruh utamanya adalah agama. Semenjak kecil Fatima tidak pernah belajar di luar rumah, semua pengetahuan yang ia miliki di dapat dari rumah. Fatimah bersama Maryam adiknya, dan keluarga besarnya pindah dari kota kelahirannya Kairouan di Tunisia ke Fez, Maroko. Di kota ini mereka sukses menjadi pedagang dan menjadi pebisnis ternama. Meskipun kaya, tapi mereka tidak antisosial, sering menggelar kegiatan amal yang melibatkan kaum dhuafa.

Sumbangan Fatima bagi masyarakat terutama dunia Islam yang paling terkenal adalah pendirian masjid Al-Qarawiyyin (al-Karaouine) yang rampung pada awal Ramadhan 245 H atau 30 Juni 859 M. Masjid yang terkenal dengan sebutan Jami’ as-Syurafa’ ini sangat strategis letaknya sehingga memungkinkan para sarjana dan cendekiawan datang dan mengkaji imlu disana. Sementara itu, adiknya Maryam, mendirikan Masjid Al-Andalus yang nantinya kedua masjid tersebut mempunyai posisi dan peran penting dalam penyebaran Islam di Maroko dan Eropa.

Seiring berjalannya waktu, kajian ilmu yang dibahas di masjid Al-Qarawiyyin ini tidak sebatas agama saja, tapi tata bahasa, logika, kedokteran, matematika, astronomi, kimia, sejarah, geografi, hingga musik dan menarik perhatian para pembelajar dari seluruh dunia. Hingga akhirnya berdirilah Universitas Al-Qarawiyyin sebagai universitas tertua di dunia yang menawarkan gelar kesarjanaan. Hal ini diakui oleh Guinnes Book World of World Records pada tahun 1998. Sebelumnya, majalah Time edisi 24 Oktober 1960 menyebut obor Renaisans berasal dari Fez, Maroko.

Gerbert of Aurillac sebelum menjadi Paus Sylvester II, sempat menimba ilmu di universitas ini. Ia mempelajari matematika dan pada akhirnya memperkenalkan penggunaan nol dan angka Arab ke Eropa.

5. Cut Nyak Dhien (1848-1908)

Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, tepatnya di wilayah VI Mukim. Sedari kecil ia memperoleh pendidikan pada bidang agama dan rumah tangga. Pada tahun 1862 ia dinikahkan dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.

Pada tahun 1873, daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama para ibu lainnya pada tanggal 24 Desember 1875 sementara suaminya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim. Naas, suaminya kemudian meninggal pada tanggal 29 Juni 1878 dan membuat Cut Nyak Dhien sangat marah serta bersumpah akan menghancurkan Belanda.

Cut Nyak Dhien menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880 karena persamaan visi dan misi. Mereka memilki seorang anak bernama Cut Gambang. Pada akhirnya keluarga pejuang ini berusaha dengan berbagai cara agar dapat mengalahkan Belanda. Akibat informan yang disewa oleh pemerintah Belanda, rencana pemberontakan mereka tercium dan mengakibatkan Teuku Umar gugur tertembak peluru.

Sepeninggal suaminya Cut Nyak Dhien tidak pernah menyerah hingga masa tuanya. Akibat anggota pasukannya yang merasa iba karena keadaannya, Cut Nyak Dhien berhasil ditangkap oleh pasukan Belanda lewat perlawanan yang sengit, dan kemudian dibuang ke Sumedang, Jawa Barat dengan identitas yang ditutupi karena takut menimbulkan perlawanan dari pejuang lain. Akhirnya Cut Nyak Dhien meninggal karena usia tua pada tanggal 6 November 1908. 
Itulah 5 wanita muslim yang ikut merubah sejarah dan menjadi inspirasi dunia. Semoga dapat menjadi inspirasi bagi kita semua

No comments:

Post a Comment