Menurut ulama wahabi: Wajib bagi setiap muslim untuk berhati-hati
terhadap Isbal. Dan hendaknya dia takut kepada Allah ketika
melakukannya. Dan janganlah dia menurunkan pakaiannya di bawah mata kaki
dengan mengamalkan hadits-hadits yang shahih ini. Dan hendaknya juga
itu dilakukan karena takut kepada kemurkaan Alllah dan hukuman-Nya. Dan
Allah adalah sebaik-baik pemberi taufiq.
[Fatwa Syaikh Abdul Aziz Ibn Abdullah Ibn Bazz dinukil dari Majalah Ad Da`wah hal 218]
Menurut Ulama ASWAJA:
-----------------------------
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari.
Di
dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa isbal izar karena sombong
termasuk dosa besar. Sedangkan isbal bukan karena sombong (riya`), meski
lahiriyah hadits mengharamkannya juga, namun hadits-2 ini menunjukkan
adalah taqyid (syarat ketentuan) karena sombong. Sehingga penetapan dosa
yang terkait dengan isbal tergantung kepada masalah ini. Maka tidak
diharamkan memanjangkan kain atau isbalasalkan selamat dari sikap
sombong. (Lihat Fathul Bari, hadits 5345)
Al-Imam An-Nawawi
Al-Imam
An-Nawawi rahimahullah adalah ulama besar di masa lalu yang menulis
banyak kitab, di antaranya Syarah Shahih Muslim. Kitab ini adalah kitab
yang menjelaskan kitab Shahih Muslim. Beliau juga adalah penulis kitab
hadits lainnya, yaitu Riyadhus-Shalihin yang sangat terkenal ke mana-2.
Termasuk juga menulis kitab hadits sangat populer, Al-Arba`in
An-Nawawiyah. Juga menulis kitab I`anatut-Thalibin dan lainnya.Di dalam
Syarah Shahih Muslim, beliau menuliskan pendapat:
Adapun
hadits-hadits yang mutlak bahwa semua pakaian yang melewati mata kaki di
neraka, maksudnya adalah bila dilakukan oleh orang yang sombong. Karena
dia mutlak, maka wajib dibawa kepada muqayyad, wallahu a`lam.
Dan
Khuyala` adalah kibir (sombong). Dan pembatasan adanya sifat sombong
mengkhususkan keumuman musbil (orang yang melakukan isbal) pada kainnya,
bahwasanya yang dimaksud dengan ancaman dosa hanya berlaku kepada orang
yang memanjangkannya karena sombong. Dan Nabi SAW telah memberikan
rukhshah (keringanan) kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq ra seraya bersabda,
“Kamu bukan bagian dari mereka.” Hal itu karena panjangnya kain Abu
Bakar bukan karena sombong.
Hujah hujah dan Keterangan:
==============
Alasan yang menunjukkan bahwa Isbal yang tanpa disertai kesombongan hukumnya Mubah adalah hal-hal berikut;
>>Pertama
Nash-Nash
yang melarang Isbal disertai keterangan yang menjadi penyebab
dilarangnya Isbal yaitu kesombongan. Bukhari meriwayatkan;
صحيح
البخاري (18/ 91)عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا
Dari
Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Pada hari kiamat kelak, Allah tidak akan melihat orang yang menyeret
kain sarungnya karena sombong.”(H.R.Bukhari)dalam riwayat lain lafadznya
berbunyi;
صحيح البخاري (11/
304)عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي سَالِمٌ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ
حَدَّثَهُأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَجُرُّ إِزَارَهُ مِنْ الْخُيَلَاءِ خُسِفَ بِهِ فَهُوَ
يَتَجَلْجَلُ فِي الْأَرْضِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Dari
Az Zuhriy ,telah mengabarkan kepadaku Salim bahwa Ibnu ‘Umar radliallahu
‘anhuma bercerita bahwa Nabi Shallallu ‘alaihi wa salam besabda: “Ada
seorang laki-laki yang ketika dia menyeret pakaiannya karena
kesombongan, ia dibenamkan ke dasar bumi, dan orang itu terus
meronta-ronta hingga hari qiyamat”.(H.R.Bukhari)
dalam riwayat Ahmad lafadznya berbunyi;
مسند
أحمد (31/ 202)عَنْ هُبَيْبِ بْنِ مُغْفِلٍ الْغِفَارِيِّأَنَّهُ رَأَى
مُحَمَّدًا الْقُرَشِيَّ قَامَ يَجُرُّ إِزَارَهُ فَنَظَرَ إِلَيْهِ
هُبَيْبٌ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ وَطِئَهُ خُيَلَاءَ وَطِئَهُ فِي النَّارِ
Dari
Hubaib bin Mughfil salah seorang sahabat Nabi
Shallallahu’alaihiwasallam, dia melihat seorang laki-laki yang menyeret
kainnya sampai kebelakangnya dan menginjaknya. Dia berkata; Maha Suci
Allah, Saya pernah mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallambersabda: “Barangsiapa yang menginjak kainnya
karena sombong, dia akan menginjaknya di Neraka”. (H.R.Ahmad)
Riwayat-riwayat
ini dan yang semakna dengannya menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam melarang Isbal karena ada sebabnya yaitu kebiasaan
sebagian orang yang mengulurkan dan menyeret pakaiannya karena angkuh
nan sombong. Mafhumnya, jika Isbal tersebut dilakukan tidak karena
sombong berarti tidak terkena celaan dan tidak termasuk ke dalam
ancaman. Dengan kata lain Lafadz بَطَرًا (keangkuhan) dan خُيَلَاءَ
(kesombongan) dalam riwayat-riwayat di atas menjadi Qoid (pengikat) dari
syariat larangan Isbal. Selama Qoid tersebut ada, maka hukum berlaku,
dan jika Qoid tersebut tidak ada, maka hukum larangan Isbal tidak bisa
diterapkan.
>>Kedua
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri melakukan Isbal
Sejumlah
riwayat menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
sendiri pernah berisbaldan menyeret pakaiannya. Bukhari meriwayatkan;
صحيح
البخاري (18/ 85)عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَخَسَفَتْ
الشَّمْسُ وَنَحْنُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَامَ يَجُرُّ ثَوْبَهُ مُسْتَعْجِلًا حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ وَثَابَ
النَّاسُ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ فَجُلِّيَ عَنْهَا ثُمَّ أَقْبَلَ
عَلَيْنَا وَقَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ
اللَّهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ
حَتَّى يَكْشِفَهَا
Dari Abu Bakrah radliallahu ‘anhu dia
berkata; “Ketika kami berada di samping Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, tiba-tiba terjadi gerhana Matahari, maka beliau segera berdiri
menuju masjid, dan MENYERET pakaiannya karena tergesa-gesa hingga tiba
di masjid. Lalu orang-orang pun segera berdiri di sisinya dan beliau
mengerjakan shalat dua rakaat. Setelah matahari terang, beliau
berkhutbah di hadapan kami seraya bersabda: “Matahari dan bulan tidak
mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang, tetapi
keduanya merupakan tanda diantara tanda-tanda kebesaran Allah. Jika
kalian melihat kedua gerhana tersebut, maka shalatlah dan berdoalah
hingga gerhana tersingkap dari kalian (nampak kembali).” (H.R.Bukhari)
Dalam riwayat Ibnu majah juga terdapat kisah Isbalnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ibnu Majah meriwayatkan;
عَنْ
عِمْرَانَ بْنِ الْحُصَيْنِ قَالَسَلَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ثَلَاثِ رَكَعَاتٍ مِنْ الْعَصْرِ ثُمَّ قَامَ
فَدَخَلَ الْحُجْرَةَ فَقَامَ الْخِرْبَاقُ رَجُلٌ بَسِيطُ الْيَدَيْنِ
فَنَادَى يَا رَسُولَ اللَّهِ أَقَصُرَتْ الصَّلَاةُ فَخَرَجَ مُغْضَبًا
يَجُرُّ إِزَارَهُ فَسَأَلَ فَأُخْبِرَ فَصَلَّى تِلْكَ الرَّكْعَةَ
الَّتِي كَانَ تَرَكَ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ
سَلَّمَ
Dari Imran Ibnul Hushain ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah salam pada raka’at ketiga dalam
shalat ashar, lalu beliau berdiri dan masuk kamar. Maka berdirilah Al
Khirbaq, seorang laki-laki yang tangannya lebar, ia berkata, “Wahai
Rasulullah, apakah shalatnya diringkas?” beliau pun keluar dan marah
sambil MENYERET kain sarungnya, beliau bertanya tentang hal itu hingga
beliau diberitahu tentang hal itu. Kemudian beliau melaksanakan raka’at
yang tertinggal lalu salam, kemudian beliau sujud dua kali dan salam
kembali. “ (H.R.Ibnu Majah)
Mustahil Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melakukan Isbal -meski hanya sekali- jika
Isbalhukumnya haram secara mutlak. Seandainya Isbal memang haram secara
mutlak sebagaimana haramnya berzina atau mencuri, maka satu kalipun
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak akan pernah melakukannya
karena seluruh Nabi Ma’shum (terjaga dari dosa). Isbal yang dilakukan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menunjukkan bahwa larangan Isbal
itu tidak mutlak, tetapi Muqoyyad (diikat kondisi tertentu) yaitu
kesombongan. Artinya Isbal hukumnya haram jika dilakukan karena sombong,
tetapi tidak haram jika dilakukan tidak karena sombong sebagaimana
Isbal yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
>Ketiga
Taqrir
(sikap diam) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terhadap Isbal
Abubakar.Terdapat riwayat yang menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam mendiamkan Abubakar melakukan Isbal. Bukhari
meriwayatakan;
صحيح البخاري (11/
500)عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ
خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ
أَبُو بَكْرٍ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ
أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ
Dari
Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang menyeret pakaiannya karena
kesombongan maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari qiyamat”.
Kemudian Abu Bakr berkata; “Sesungguhnya sebelah dari pakaianku terjulur
kecuali bila aku memeganginya (mengangkatnya) “. Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Sesungguhnya kamu melakukan itu
bukan bermaksud sombong”. (H.R.Bukhari)
Riwayat lain berbunyi;
صحيح
البخاري (18/ 84)عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو بَكْرٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ
إِزَارِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُهُ
خُيَلَاءَ
Dari Salim bin Abdullah dari Ayahnya radliallahu
‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Siapa
yang menyeret pakaiannya (hingga ke bawah mata kaki) dengan sombong,
maka Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat kelak.” Lalu Abu Bakar
berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu dari sarungku
terkadang turun sendiri, kecuali jika aku selalu menjaganya?” lalu Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Engkau bukan termasuk orang yang
melakukan hal itu karena sombong.” (H.R.Bukhari)
Dalam
riwayat di atas, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencela dan
mengancam orang yang menyeret pakaiannya karena sombong. Ancamannya
adalah tidak dilihat Allah pada hari kiamat, artinya tidak dikasihi dan
dirahmati tetapi dibenci dengan kebencian yang amat sangat. Ancaman yang
menakutkan ini membuat Abubakar menjadi khawatir jika larangan Isbal
tersebut adalah larangan yang mutlak. Maka beliau menanyakan kondisi
pakaiannya yag selalu terjulur/Isbal kecuali Abubakar benar-benar
menjaganya. Kekhawatiran ini tentu beralasan, karena jika memang benar
Isbal itu haram secara mutlak tentu kondisi apapun tidak akan
ditoleransi. Jika memang Isbal memang haram secara mutlak, maka sengaja
maupun tidak sengaja tetap haram sehingga harus dijauhi dan tidak boleh
didekati. Namun ternyata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
mengatakan bahwa Abubakar melakukan Isbal itu tidak karena sombong. Dan
dalam riwayat yang lain dikatakan bahwa Abubakar itu ketika melakukan
Isbal, beliau tidak termasuk golongan yang melakukannya kerena sombong.
Oleh karena itu hadis ini menunjukkan dua hal; pertama; Taqrir Nabi
terhadap Isbal Abubakar, kedua;Isbal itu hanya dilarang karena sombong.
Riwayat
yang kedua malah menunjukkan bahwa yang melakukan Isbal Mubah itu bukan
hanya Abubakar tetapi juga kaum Muslimin yang lain. Lafadz yang
berbunyi;
لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُهُ خُيَلَاءَ
“Engkau bukan termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong.”
Menunjukkan
bahwa di zaman Nabi pelaku Isbal itu ada dua golongan yaitu; golongan
yang melakukannya karena sombong dan golongan yang tidak melakukannya
karena sombong. Hal itu dikarenakan Harf “Min” pada lafadz مِمَّنْ
adalah Min Lit Tab’idh (Harf Min yang bermakna sebagian). Ketika
Abubakar dikatakan bahwa beliau tidak termasuk diantara yang
melakukannya karena sombong, berarti yang melakukannya tidak karena
sombong bukan hanya Abubakar. Jika yang melakukannya hanya Abubakar maka
tidak ada maknanya menyebut Harf Min tersebut. Penyebutan Harf Min Lit
-Tab’idh menunjukkan bahwa pelaku Isbal yang tidak karena sombong bukan
hanya Abubakar saja tetapi juga kaum Muslimin yang lain. Abubakar
didiamkan melakukan Isbal karena tidak termasuk golongan yang
melakukannya karena sombong. Karena itu riwayat ini memberi penguatan
lebih dalam tentang kebolehan Isbal yang tidak dilakukan karena sombong.
Tidak
bisa mengatakan bahwa Isbal Abubakar itu dilakukan secara tidak sengaja
sehingga Isbal tetap haram secara mutlak. Argumentasi ini tidak bisa
diterima berdasarkan empat alasan;
1- Seandainya larangan
Isbal bersifat mutlak seharusnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersikukuh melarang secara mutlak sebagaimana bersikukuhnya beliau
melarang jual beli lemak bangkai dalam riwayat berikut ini;
سنن
أبى داود (9/ 357)عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِأَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ
وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةَ
وَالْخِنْزِيرَ وَالْأَصْنَامَ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ
شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهُ يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا
الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ لَا هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ
قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ
شُحُومَهَا أَجْمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ
Dari
Jabir bin Abdullah bahwa saat ia sedang berada di Makkah ia mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda pada saat penaklukan
Makkah: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan penjualan arak, bangkai,
babi, serta berhala.” Kemudian beliau ditanya, “Wahai Rasulullah,
bagaimana pendapat anda tentang lemak bangkai, sesungguhnya lemak biasa
digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit dan menyalakan lampu?”
Beliau bersabda: “Tidak boleh, karena ia adalah haram.” Beliau
menambahkan: “Semoga Allah memerangi orang-orang Yahudi, ketika Allah
mengharamkan lemak, mereka mencairkannya kemudian menjualnya dan memakan
hasil penjualannya.” (H.R.Abu Dawud)
Maknanya, jika
memang sesuatu itu haram secara mutlak maka tidak ada alasan apapun
untuk yang memberikan toleransi untuk dilanggar. Hal ini berbeda jika
sesuatu itu dilarang tidak secara mutlak, tetapi dikecualikan
hal/kondisi tertentu sebagaimana toleransi memotong “Idzkhir” pada hadis
berikut ini;
صحيح البخاري (6/ 367)
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ افْتَتَحَ مَكَّةَ لَا هِجْرَةَ
وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا فَإِنَّ
هَذَا بَلَدٌ حَرَّمَ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
وَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَإِنَّهُ
لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيهِ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَلَمْ يَحِلَّ لِي إِلَّا
سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ لَا يُعْضَدُ شَوْكُهُ وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهُ وَلَا
يَلْتَقِطُ لُقَطَتَهُ إِلَّا مَنْ عَرَّفَهَا وَلَا يُخْتَلَى خَلَاهَا
قَالَ الْعَبَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا الْإِذْخِرَ فَإِنَّهُ
لِقَيْنِهِمْ وَلِبُيُوتِهِمْ قَالَ قَالَ إِلَّا الْإِذْخِرَ
Dari
Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda pada hari pebebasan kota Makkah: “Tidak ada lagi
hijrah tetapi yang ada adalah jihad dan niat dan jika kalian
diperintahkan berangkat perang maka berangkatlah. Sesungguhnya negeri
ini telah Allah Ikrarkan kesucikannya sejak hari penciptaan langit dan
bumi. Maka dia akan terus suci dengan pensucian dari Allah itu hingga
hari qiyamat sehingga tidak dibolehkan perang didalamnya buat seorangpun
sebelum aku dan tidak dihalalkan pula buatku kecuali sesaat dalam suatu
hari. Maka dia suci dengan pensucian dari Allah itu hingga hari
qiyamat, dan tidak boleh ditebang pepohonannya dan tidak boleh diburu
hewan buruannya dan tidak ditemukan satupun barang temuan kecuali harus
dikembalikan kepada yang mengenalnya (pemiliknya) dan tidak boleh
dipotong rumputnya”. Berkata, Al ‘Abbas radliallahu ‘anhu: “Wahai
Rasulullah, kecuali pohon idzkhir yang berguna untuk wewangian tukang
besi mereka dan rumah-rumah mereka”. Dia berkata,, maka Beliau bersabda:
“Ya, kecuali pohon idzkhir”. (H.R.Bukhari)
Maknanya,
persetujuan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terhadap Abubakar
yang berisbalsemakna dengan persetujuan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam kepad Al-’Abbas bahwa Idzkhir boleh dipotong, yang menunjukkan
larangan Isbal bukan larangan mutlak sebagaimana larangan memotong
tumbuhan Mekah bukan larangan mutlak.
2. Tidak bisa
dibuktikan bahwa Abubakar tidak berisbal sepanjang hidupnya. Seandainya
IsbalAbubakar adalah sebuah ketidaksengajaan maka seharusnya itu hanya
terjadi sekali atau dua kali dalam hidupnya. Sesudah itu seharusnya ada
riwayat yang jelas bahwa beliau tidak berisbal dan selalu menaikkan
pakaiannya setinggi tengah betis
3. Pembiaran Nabi atas
Isbalnya Abubakar bukan disebabkan karena masalah sengaja atau tidak
sengaja, tetapi sebabnya diterangkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam sendiri dengan terang -seterang sinar matahari- bahwa sebabnya
adalah karena Abubakar tidak melakukannya karena sombong. Seandainya
kebolehan Isbal adalah karena masalah tidak sengaja seharusnya Nabi
mengatakan; “Engkau melakukannya tanpa sengaja“. Namun bukan alasan itu
yang diucapkan Nabi. Nabi malah menegaskan kebolehan Isbal terhadap
Abubakar adalah karena ketiadaan sombong.
4. Dalam Thobaqot Ibnu sa’ad dinyatakan bahwa Isbal Abubakar adalah ciri pakaian beliau. Ibnu Sa’d menyatakan;
الطبقات الكبرى (3/ 188)أجنأ لا يستمسك إزاره يسترخي عن حقوته
“Beliau
berdahi menonjol (nonong), Izarnya (kain bawahannya) tidak terikat,
terjuntai dari pinggangnya (At-Thobaqot-Al-Kubro, vol.3, hlm 1288)
Riwayat
ini menunjukkan bahwa Isbal Abubakar adalah sesatu yang menonjol dan
menjadi ciri berpakaian beliau yang berkesan dalam memori orang yang
melihatnya. Jika memang Isbal itu haram mutlak, mustahil Abubakar
bermain-main dengan area yang dekat dengan kaharaman. Bukankah bukan
suatu hal yang sulit jika Abubakar menaikkan ujung pakaiannya hingga
tengah betis sehingga tidak perlu lagi berpayah-payah menjaga agar
pakaiannya tidak Isbal?bukankah suatu hal yang tidak sulit memutuskan
agar pakaian tdk terjulur dan tidak perlu selalu diawasi dengan cara
memotongnya hingga tengah betis?
Tidak bisa pula Isbal
Abubakar ini difahami Tazkiyah (penyucian) khusus dari Nabi kepada
Abubakar. Klaim ini terbantahkan dengan riwayat yang berbunyiلَسْتَ
مِمَّنْ يَصْنَعُهُ خُيَلَاءَ
“Engkau bukan termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong.”
yang
mana riwayat ini menunjukkan bahwa pelaku Isbal bukan hanya Abubakar
tetapi juga sebagian kaum Muslimin yang lain. Hal iu dikarenakan Nabi
menyebut Abubakar bukan satu-satunya yang berisbal tidak karena sombong,
tetapi disebut Nabi tidak termasuk yang melakukannya karena sombong
sehingga bermakna bahwa pelaku Isbal di zaman itu ada dua kelompok,
pelaku yang melakukannya karena sombong dan pelaku yang melakukannya
tidak karena sombong dan Abubakar termasuk golongan yang terakhir.
Lagipula, syariat itu berlaku umum bagi seluruh umat, tidak bisa
dikhususkan pada individu tertentu. Tidak bisa dikhususkan hanya kepada
Abubakar dan tidak bisa pula dikhususkan kepada selainnya. Tambahan
lagi, klaim bahwa hal itu Tazkiyah khusus terhadap Abubakar akan membuat
Nash-Nash Muqoyyad terkait Isbal ini menjadi sia-sia.
Tidak
bisa pula menuduh orang yang mengulurkan pakaian tidak karena sombong
bahwa dia mensucikn dirinya sendiri. Tidak bisa dikatakan demikian,
karena mensifati keadaan diri adalah sesuatu yang wajar sebagaimana
orang yang mensifati dirinya “saya melompat-lompat karena gembira” atau
“saya memukul kaca karena sedih” dan semisalnya. Orang yang sakit
diabetes dan memiliki borok pada kakinya, kemudian berisbal untuk
menutupi luka boroknya dari gangguan lalat tidak boleh dituduh secara
semena-mena bahwa dia berisbal karena sombong dan mensucikan dirinya.
Aturan
yang mengharuskan orang yang ingin berisbal maka harus ada yang
mentazkiyah sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
mentazkiyah Abubakar, maka aturan ini tidak bisa dipakai karena tidak
diperintahkan Allah dan RasulNya, tidak terkandung dalam riwayat Isbal
Abubakar baik secara implisit maupun eksplisit, dan bertentangan dengan
mafhum riwayat Isbal Abubakr yang menunjukkan izin Isbal dar Nabi secara
mutlak jika tidak dikarenkan karena sombong.
Alasan bahwa
Abubakar diizinkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berisbal
karena imannya tinggi juga tidak dapat diterima, karena jika sesuatu
memang haram secara mutlak maka iman yang tinggi tidaklah mengubah
status keharaman sesuatu tersebut. Zina yang hukumnya haram secara
mutlak, keharamannya berlaku baik bagi orang yang imannya tinggi maupun
rendah. Lagipula, izin Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada
Abubakar untuk berisbal bukan karena imannya yang tinggi karena tidak
ada satu lafadzpun yang menunjukkan hal itu. Izin Isbal Abubakar adalah
karena Isbalbeliau dilakukan tidak karena sombong. Itulah yang
dinyatakan dengan jelas oleh Nash.
Alasan bahwa izin Isbal
yang diberikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepda Abubakar
adalah termasuk Fadhoil (keutamaan) Abubakar juga tidak dapat diterima,
karena ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada beliau
dalam riwayat adalah dalam konteks menjelaskan hukum, bukan sedang
memuji atau memberi kabar gembira kepada individu tertentu.keempat
(yakni argumentasi keempat yang menunjukkan Mubahnya Isbal tanpa
sombong):
Praktek sejumlah shahabat yang dikuatkan sejumlah Tabi’in besar
----------------------------------------------------------------------------
Terdapat
sejumlah riwayat yang menunjukkan bahwa Isbal dilakukan sejumlah
shahabat dan Tabiin. Diantaranya isbal Ibnu Mas’ud. Ibnu Abi Syaibah
meriwayatkan;
مصنف ابن أبي شيبة
(8/ 202)عَنْ أَبِي وَائِلٍ ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ ؛ أَنَّهُ كَانَ
يُسْبِلُ إِزَارَهُ ، فَقِيلَ لَهُ ، فَقَالَ : إِنِّي رَجُلٌ حَمِشُ
السَّاقَيْنِ.
Dari Abu Wail, dari Ibnu Mas’ud bahwasanya
ia menjulurkan sarungnya. Lalu ditanyakan kepadanya perihal Isbalnya, ia
pun menjawab, “Aku adalah seorang yang kecil kedua betisnya.” (H.R.Ibnu
Abi Syaibah)Cukup jelas dalam riwayat diatas bahwa Ibnu Mas’ud
melakukan Isbal. Seandainya Isbal memang haram secara mutlak, maka tidak
mungkin Ibnu Mas’ud melakukannya meski dengan alasan menutupi betisnya
yang kecil.
Shahabat lain yang diriwayatkan melakukan Isbal adalah Ibnu Abbas. At-Thobaroni meriwayatkan;
المعجم
الكبير للطبراني (9/ 89، بترقيم الشاملة آليا)عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ،
قَالَ:رَأَيْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ أَيَّامَ مِنًى طَوِيلَ الشَّعْرِ، عَلَيْهِ
إِزَارٌ فِيهِ بَعْضُ الإِسْبَالِ، وَعَلَيْهِ رِدَاءٌ أَصْفَرُ.
Dari
Abu Ishaq, ia berkata, “Aku melihat Ibnu Abbas pada hari Mina beliau
berambut panjang, mengenakan sarung yang mencapai sebagian Isbal, dan
mengenakan mantel berwarna kuning.” (H.R.At-Thobaroni)
Riwayat yang lain berbunyi;
سنن النسائي الكبرى (5/ 484)عن مولى بن عباس : أن بن عباس كان إذا اتزر أرخى مقدم إزاره حتى تقع حاشيته على ظهر قدمه
Dari
budak ibnu Abbas, bahwasanya ibnu Abbas jika mengenakan sarung beliau
menjulurkan bagian depan sarungnya hingga ujung sarungnya menyentuh
punggung kakinya. (H.R.An-Nasai)
Lafadz yang berbunyi
حتى
تقع حاشيته على ظهر قدمه“hingga ujung sarungnya menyentuh punggung
kakinya“Menunjukkan bahwa pakaian Ibnu Abbas melebihi mata kaki.
Di kalangan Tabi’in, yang diriwayatkan melakukan Isbal adalah Umar bin Abdul Aziz. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan;
مصنف
ابن أبي شيبة (8/ 208)عَنْ عَمْرِو بْنِ مُهَاجِرٍ ، قَالَ : كَانَتْ
قُمُصُ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَثِيَابُهُ مَا بَيْنَ الْكَعْبِ
وَالشِّرَاكِ.
Dari Amr bin Muhajir, ia berkata,
“Jubah-jubah Umar bin Abdul Aziz, serta pakaian-pakaiannya menjulur
hingga antara mata kaki dan tali sandalnya.” (H.R.Ibnu Abi Syaibah)
Pakaian
yang ujungnya berada di antara mata kaki dengan tali sandal menunjukkan
dengan jelas bahwa pakaian Umar bin Abdul Aziz melewati mata kaki.
Tabi’in
yang lain adalah Ibrohim An-Nakho’i. Ibnu Abi Syaibah
meriwayatkan; مصنف ابن أبي شيبة (8/ 209)حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ ،
عَنْ أَبِي عَوَانَةَ ، عَنْ مُغِيرَةَ ، قَالَ : كَانَ إِبْرَاهِيمُ
قَمِيصُهُ عَلَى ظَهْرِ الْقَدَمِ.
Dari Mughiroh, ia berkata, “Ibrohim An-Nakho’I, jubahnya menjulur hingga punggung telapak kakinya.” (H.R.Ibnu Abi Syaibah)
Tabi’in yang lain adalah Ayyub bin Abi Tamimah As-Sikhtiyani.
أخرج
الإمام أحمد في (( العلل )) – رواية ابنه عبد الله – ( رقم : 841 ) قال
:حدثنا سليمان بن حرب ، قال : حدَّثنا حماد بن زيد ، قال :”أمرَنِي أيّوب
أن أقطعَ له قميصاً قال : اجعلْه يضرِبُ ظَهْرَ القدم ، و اجعَلْ فَمَ
كُمِّهِ شبراً “.إسنادهٌ صحيحٌ .
Imam Ahmad meriwayatkan
dalam kitab al-‘Ilal – riwayat putranya, Abdullah – nomor 841Suliman bin
Harb memberitahu aku, Hammad bin Zaid berkata, “Ayub memerintahkanku
untuk memotong sebuah jubah untuknya. Ia berkata, ‘Jadikan jubahku
(sepanjang) hingga menyentuh punggung kakiku. Dan jadikan lebar
lengannya sejengkal.” (H.R.Ahmad dalam Al-’Ilal)